SuaraJogja.id - Alat pelindung diri (APD) di sejumlah rumah sakit (RS) yang turut menangani kasus COVID-19 jumlahnya menipis. Merasa tergerak dengan kondisi itu, sejumlah orang membuat gerakan sosial untuk memproduksi massal APD yang disalurkan gratis bagi RS dan fasilitas kesehatan (faskes) lain.
Gerakan yang diinisiasi oleh sejumlah orang dari berbagai bidang itu viral di media sosial, terutama Twitter, berulang kali dicuitkan ulang dan disukai penghuni jagad Twitter. Tak jarang, ungkapan khas Twitter "ayo gunakan daya magismu" (Twitter please do your magic) menjadi satu kalimat populer kekinian. Salah satu dari sejumlah inisiator dan yang terjun langsung dalam gerakan pengadaan APD itu adalah pemilik akun @budhihermanto.
Usai meminta bantuan sejumlah pihak untuk mendapatkan kontak Budhi, maka wartawan langsung menghubungi sang tuan akun. Kala dihubungi lewat sambungan telepon, ia langsung bercerita panjang lebar.
Kegelisahannya muncul dalam perjalanannya pergi-pulang ke Jakarta, tiga pekan lalu. Walau hal itu sudah biasa baginya, tetapi mengingat COVID-19 sedang mewabah, maka saat itu ia harus mulai diperiksa suhu tubuhnya. Bahkan, walau tak memenuhi sejumlah syarat untuk tes COVID-19, ia nekat ingin mengikuti tes. Singkat cerita, apa yang dilakukannya hari ini bersama banyak orang, seakan berputar balik pada isi kepalanya tiga hari lalu.
Baca Juga: Launching Virtual, Harga MG ZS Belum Tembus Rp 300 Juta
"Tiga hari lalu saya kepikiran, APD tidak ada, teman saya baik perawat, bahkan petugas yang ada di pendaftaran [di faskes], mereka tidak punya APD. Saya telepon ke semua teman, punya penjahit tidak, oh ada, saya telepon-telepon [cari penjahit]," ungkap lelaki yang juga pegiat Masyarakat Peduli Media itu pada SuaraJogja.id, Selasa (24/3/2020).
Dari rangkaian pembicaraan itu, ada salah satu penjahit yang spontan yang kemudian ia tanya, apakah bisa menjahitkan mantel seperti yang dikenakan oleh tenaga medis.
"Pada mau, tidak usah pakai ongkos, awalnya gitu. Siang hari saya iseng di Twitter, tukang jahit bisa punya perasaan seperti itu, ternyata masih ada orang baik," kata Budhi, yang sempat menjadi dosen tamu prodi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Berangkat dari sana, ia menyampaikan unek-unek lewat cuitannya. Bahkan ia tak ada niatan memobilisasi penjahit. Namun pada akhirnya ia menemukan tiga penjahit di Yogyakarta yang mau membuat purwarupa dengan kain yang tidak tembus dan tahan air atau waterproof. Bahkan, dari hasil diskusi dengan dokter yang ia kenal, hasil jahitan tersebut sudah bagus.
"Tidak usah ngomong standar, barang itu dibutuhkan, akhirnya jadi rame di Twitter, si A berhasil, B berhasil. Banyak teman dari Jakarta, Bandung, saya tidak tahu sampeyan penjahit atau punya garmen, bantulah. Ini polanya, ini gambarnya, bahannya itu, silakan bikin dan bagikan ke temen medis yang ada di sekitarnya. Hanya itu yang bisa saya lakukan," ungkapnya.
Baca Juga: Eks Barcelona Sarankan Messi dan Ronaldo Main di Liga Belarusia
Budhi berpikir, hal kecil bisa dilakukan oleh banyak orang dan bermanfaat untuk membantu paramedis, sekaligus menyemangati banyak orang bahwa kita bisa menghadapi situasi ini.
Kalau dihitung kebutuhan APD RS, lewat simulasi, Budhi mencontohkan, RSUP Dr Sardjito memiliki 10 PDP yang intens harus dirawat. Satu pasien ditangani tiga orang paramedis yang harus menggunakan APD selama 12 jam. Maka dibutuhkan sekitar 30 APD per hari, dikalikan berapa hari pasien itu dirawat.
"Saya juga di-mention para para dokter dan perawat di puskesmas dan faskes kecil, yang mana mereka kedatangan pasien dan kita tidak tahu batuk, flu, pilek, dan kita tidak tahu mereka positif atau tidak. Mereka juga butuh," tuturnya, seraya mengajak lebih banyak orang lagi bisa terlibat dari gerakan sosial ini. Perihal ongkos, Budhi rela bila penjahit akan menghitungnya.
Setidaknya ada dua jenis pakaian APD yang diproduksi oleh gerakan para penjahit, yaitu APD sekali pakai berbahan spound, dan ada yang bisa dipakai ulang, tetapi harus dicuci dengan larutan disinfektan.
"Yang saya buat, bisa dipakai ulang dan harus disemprot nantinya. Dengan bahan semacam parasut, air tidak bisa nempel," kata dia.
Selama gerakan ini berjalan, pembuatan APD dalam bentuk pakaian tadi dibuat dengan ongkos patungan. Penjahit ia beri bahan sepanjang 3,5 meter untuk 1 pakaian. Total biayanya hampir Rp90.000 untuk 1 pakaian termasuk benang dan resleting.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Tanpa Dibayar, ARM Semprot Disinfektan ke Sejumlah Sekolah di Jogja
-
Kadinkes Nangis Curhat Tenaga Medis Tanpa APD: Kasihan, Mereka Ketakutan
-
Update Corona di Jogja: 1 Pasien Positif Meninggal Dunia
-
Satu Guru Besar Meninggal karena COVID-19, UGM Gelar Upacara Penghormatan
-
Hadir ke Makam Iwan Dwiprahasto, Pejabat UGM Saksikan Penguburan dari Jauh
Terpopuler
- Cerita Stefano Lilipaly Diminta Bela Timnas Indonesia: Saya Tidak Bisa
- Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia, Ini Profilnya
- Siapa Pembuat QRIS yang Hebohkan Dunia Keuangan Global
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah Rp30 Juta, Murah Tetap Berkelas
- 9 Rekomendasi Mobil Bekas Harga Rp 30 Jutaan, Mesin Bandel Dan Masih Banyak di Pasaran
Pilihan
-
5 Rekomendasi Skincare Wardah Terbaik, Bahan Alami Aman Dipakai Sehari-hari
-
Mau Masuk SMA Favorit di Sumsel? Ini 6 Jalur Pendaftaran SPMB 2025
-
Mobilnya Dikritik Karena Penuh Skandal, Xiaomi Malah Lapor Warganet ke Polisi
-
Bos Sritex Ditangkap! Bank BJB, DKI Hingga Bank Jateng Terseret Pusaran Kredit Jumbo Rp3,6 Triliun?
-
Warga RI Diminta Tingkatkan Tabungan Wajib di Bank Demi Cita-cita Prabowo Subianto
Terkini
-
TKP ABA Mulai Dipasang Pagar, Jukir dan Pedagang Masih Beraktivitas
-
Produksi Garmen yang Kebakaran Mandeg, Pabrik Milik BUMN Ini Siap Tampung Produksi Sementara
-
Wacana Buku Cetak di Sekolah Rakyat Jadi Penyelamat, Industri Percetakan Dapat Angin Segar
-
DANA Kaget untuk Warga Jogja: Klik Link, Langsung Cuan di Sini
-
Dari Gudeg hingga Inovasi, Yogyakarta Gelar Pameran Makanan Minuman Bertaraf Internasional