Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 27 Oktober 2020 | 20:31 WIB
Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharja menjajal alat deteksi Covid-19 dengan embusan napas yang dibuat Universitas Gadjah Mada dengan nama GeNose C19, di Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19, Bambanglipuro, Bantul, Selasa (27/10/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Alat deteksi Covid-19 dengan embusan napas ciptaan Universitas Gadjah Mada (UGM), GeNose C19, mulai memasuki tahap uji diagnostik. Salah satu rumah sakit yang berkesempatan menjajal alat tersebut adalah Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 (RSLKC), di Bambanglipuro, Bantul.

Ketua Tim Uji Klinis GeNose C19 Dian Kesumapramudya Nurputra mengatakan, tahap uji coba diagnostik GeNose C19 sebelumnya sudah pernah dilakukan di RSUP Dr Sardjito. Uji coba diagnostik ini dilakukan sebagai proses latihan atau pemanasan otak yang ada pada mesin tersebut.

"Intinya sekarang alat ini masih dalam proses latihan, dan kita juga belum bisa untuk klaim itu sebagai alat diagnosis. Masih terlalu dini jadi hanya skrining dulu," kata Dian kepada awak media setelah melakukan uji coba diagnostik GeNose C19 di RSLKC, Bambanglipuro, Bantul, pada Selasa (27/10/2020).

Menurutnya, GeNose C19 masih belum setara dengan level tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Sebab untuk tes PCR, kata Dian, itu lebih spesifik memang untuk mendeteksi Covid-19 saja, bukan yang lain.

Baca Juga: UGM Siap Uji Diagnostik GeNose, Alat Deteksi Covid-19 Lewat Embusan Napas

Sedangkan untuk mencapai level itu, GeNose C19 harus membuat hasilnya lebih spesifik lagi di persentase 98-99 persen. Dalam beberapa uji diagnostik yang dilakukan, alat tersebut masih berada pada titik akurasi 96 persen.

"Kalau dari perhitungan statistik, butuh 1.600 orang dikalikan setiap orang ambil dua sampel napas. Jadi 3.200 sampel napas. Dan kami diberi waktu 3 minggu untuk memenuhi target tersebut," ungkapnya.

Disampaikan Dian, nantinya 1.600 sampel napas itu tidak hanya akan dibebankan kepada RSLKC Bantul saja, tetapi akan dibagi kembali ke dalam 9 rumah sakit yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih lanjut, pemilihan RSLKC sendiri menjadi salah satu lokasi uji diagnostik GeNose C19 adalah karena memang RSLKC menjadi salah satu rumah sakit rujukan yang ada di Bantul. Selain itu, jumlah pasien yang masuk ke dalam RSLKC pun terhitung masih cukup banyak.

"Ditambah lagi yang masuk ke sini [RSLKC] bisa dikatakan heterogen. Jadi bukan hanya pasien dari Jogja saja tapi banyak dari daerah lain, semisal Semarang bahkan hingga Papua. Sehingga karakteristik napas dari masing-masing etnik itu paling tidak bisa terwakili kalau kita mengambil di RSLKC," ucapnya.

Baca Juga: Diminta Cabut Imbauan Soal Tak Usah Ikut Demo, Rektor UGM: Itu Tak Perlu

Disebutkan Dian, kendala yang saat ini masih saja dihadapi terkait akurasi itu dikarenakan pattern atau pola yang berbeda setiap napas orang yang diuji coba. Pasalnya, alat ini masih kesulitan membaca pola napas dari pasien Covid-19 dan orang tanpa Covid-19.

"Jadi kadang memang ada orang tanpa Covid-19 tapi malah terbaca Covid-19. Itu yang harus kita kurangi, caranya dengan lebih banyak membaca pola yang sama dan konsisten maka mesin akan akurat atau terbiasa membedakan tidak Covid-19 dan Covid-19," paparnya.

Saat ini sudah ada 10 mesin yang siap untuk masuk tahap uji diagnostik. Sepuluh alat itu terbagi di beberapa tempat, di antaranya di RSLKC, RSUP Dr Sardjito, dan RS Bhayangkara. Kemudian yang empat alat lain sudah mulai didistribusikan ke rumah sakit rujukan lain. Sedangkan masih ada empat alat lainnya juga yang sudah masuk ke dalam quality control untuk kemudian didistribusikan.

Bahkan Dian mengaku sudah ada pesanan dari beberpaa BUMN sekitar 1.000 buah. Namun hingga saat ini pihaknya masih terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

"Targetnya akhir Februari 2021 mendatang sudah ada 200 alat yang siap. Hanya memang untuk mencapai produksi yang besar itu membutuhkan dana besar atau investor, walaupun memang sudah ada yang mendekat," tuturnya.

Disinggung mengenai harga jual GeNose C19, Dian menyebut akan berkisar di angka Rp70 juta. Harga itu jauh lebih murah dengan pengadaan perlengkapan tes PCR yang diketahui.

"Alat yang consumeable atau harus diganti terus hanya kantong napasnya saja dan itu harganya hanya sekitar Rp.10-15 ribu. Jadi nanti pasien sekali periksa itu hanya perlu bayar Rp.20-25 ribu saja. Selain itu salah satu keunggulan yang ditawarkan adalah kecepatan waktu, hanya perlu tiga menit untuk diperlukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan," terangnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharja berharap, walaupun belum bisa disetarakan untuk alat diagnosis, tapi alat ini tetap dapat memberikan hasil tes yang linier dengan swab tes. Artinya, kesalahan atau false positif kepada setiap tes bisa diminimalisir dengan tingkat akurasi yang terus naik.

"Sekali lagi ini masih uji klinis. Jadi tetap menunggu apakah akan menjadi alat diagnosis atau skrining. Ini lebih identik dengan rapid tes, kalau ada indikasi positif kemudian kita goal standar dengan tes PCR," ujar Agus.

Selain itu, Agus juga berharap, hadirnya GeNose C19 ini dapat bersinergi dengan pelayanan tes Covid-19 yang ada di Bantul. Terlebih lagi dengan akan hadirnya mobil PCR, yang juga bisa menambah masifnya tes yang dilakukan kepada masyarakat.

Load More