SuaraJogja.id - Hari ini, Minggu 22 November 2020, tepat 26 tahun semenjak letusan Gunung Merapi tahun 1994 silam. Tidak sedikit warga yang masih mengingat betul kejadian yang mengerikan tersebut.
Salah satunya Ngadiono (67), warga Kaliurang Timur, Hargobinangun, Pakem, Sleman, yang bersedia sedikit membagikan ceritanya kepada SuaraJogja.id saat ditemui di rumahnya, Minggu (22/11/2020).
Ada yang tak biasa dari cerita Ngadiono itu. Jika pada umumnya, sekarang warga akan segera mencari pertolongan atau menjauh dari puncak Gunung Merapi saat akan terjadi erupsi, justru tidak dengan warga pada 26 tahun silam.
Pada erupsi Gunung Merapi tahun 1994 itu, kata Ngadiono, bukannya melarikan diri mencari tempat aman, warga sekitar yang berada di antara Bukit Pelawangan dan Bukit Turgo justru menonton peristiwa tersebut. Mereka menyaksikan hebatnya awan panas membumbung tinggi ke udara dari perut Merapi.
Baca Juga: Banyak Wilayah Zona Merah, Dinkes Sleman Wacanakan Rapid Tes bagi Pengungsi
"Saya waktu 1994 itu masih jadi dukuh. Saya ingat kalau warga di sini malah nonton saat erupsi. Dulu lihatnya di gardu pandang yang masih digunakan oleh Dinas Peternakan Provinsi DIY itu. Ya memang banyak juga korbannya, pegawai sana banyak yang terbakar dan masuk rumah sakit. Ngeri kalau ingat," ujar Ngadiono.
Ngadiono menjelaskan bahwa letusan atau erupsi Merapi saat itu mengakibatkan efek yang luar biasa bagi kawasan kaki Bukit Turgo dan Kaliurang Barat. Sebab, kedua tempat itu yang harus menerima luncuran awan panas atau wedhus gembel karena waktu itu kubah lava di puncak sebelah barat runtuh.
Menurut sepengetahuan Ngadiono waktu itu, kubah lava yang roboh tersebut menjadikan luncuran awan panas ke arah barat atau tepatnya menuju hulu Kali Krasak. Namun akibat awan panas yang terlampau banyak, akhirnya hingga menuju ke hulu Kali Boyong juga meski hanya sedikit.
"Kami, masyarakat waktu itu masih belum tahu kalau itu bahaya. Mungkin waktu itu tahu aman karena puncaknya masih cukup tinggi dan alirannya tidak menuju ke Kali Boyong dan Kali Gendol tapi ke barat sana. Sini hanya imbas abu saja yang parah," ungkapnya.
Diakui Ngadiono, tahun 1994 informasi yang diterima masyarakat tentang bahaya erupsi Gunung Merapi masih sangat minim. Masyarakat hanya terkagum melihat adanya fenomena alam yang terjadi dari Gunung Merapi dekat tempat mereka tinggal.
Baca Juga: Guguran Material Merapi Meluncur ke Kali Lamat, Terdengar Sampai Kaliurang
Hal yang diketahui oleh masyarakat waktu itu hanya sebatas dari omongan tak jelas sumbernya yang menyebutkan jika terkena awan panas maka nanti bisa terbakar dan hanya akan menjadi abu. Informasi itu yang hanya dipegang oleh masyarakat waktu itu.
Berita Terkait
-
Banyak Wilayah Zona Merah, Dinkes Sleman Wacanakan Rapid Tes bagi Pengungsi
-
Guguran Material Merapi Meluncur ke Kali Lamat, Terdengar Sampai Kaliurang
-
Waspada Lahar Dingin Gunung Merapi, BPBD Kota Yogyakarta Siapkan Hal Ini
-
Peduli Pengungsi Merapi, Hartono Mall Yogyakarta Serahkan Bantuan Logistik
-
Super Hero Hibur Anak di Pengungsian Merapi
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas Murah Tipe SUV Mei 2025: Harga Setara Motor, Pajak Murah, Perawatan Mudah
- 10 Mobil Bekas di Bawah Rp100 Jutaan: Kabin Lapang, Keluaran Tahun Tinggi
- Ogah Ikut Demo Besar-besaran Ojol di Jakarta 20 Mei, KBDJ: Kami Tetap Narik Cari Rezeki!
- 27 Kode Redeem FF Terbaru 17 Mei: Klaim Diamond, Token, dan Skin Cobra MP40
- 8 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Vitamin C, Ampuh Hilangkan Noda Hitam
Pilihan
-
PSSI Bongkar Alasan Tak Panggil Elkan Baggott meski Sudah Sampai di Bali
-
Kurator Didesak Penuhi Hak Karyawan PT Sritex, Tagihan Pembayaran Capai Rp 337 Miliar
-
Menelisik Kinerja Emiten Kongsian Aguan dan Salim
-
Mudah Ditebak, Ini Prediksi Starting XI Timnas Indonesia vs China
-
Muhammadiyah dan BSI Rujuk?
Terkini
-
Hujan Badai Hantam Sleman, Pohon Tumbang Timpa Rumah dan Sekolah, Ini Lokasinya
-
Sri Sultan HB II Layak Jadi Pahlawan Nasional, Akademisi Jogja Ini Ungkap Alasannya
-
Punya 517 Posyandu di Jogja yang Sudah Layani Bayi serta Lansia, Target ILP Capai 83 Persen
-
Dilema Pegawai Pasca-PHK, Dosen UGM Soroti Minimnya Jaminan Sosial Pekerja Informal
-
Sleman Siapkan Tempat Sampah Raksasa, Bupati: Mampu Tampung Seluruh Sampah DIY