Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 23 November 2020 | 11:54 WIB
Warga yang sedang memerah sapi-sapinya dengan mesin pemerah dan secara manual, di Dusun Plosorejo, Kalurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Senin (23/11/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Nantinya susu hasil perahan itu akan dikumpulkan dan dijual baik kepada pengecer atau ke koperasi setempat. Untuk harga sendiri, perliter susu jika dijual ke pengecer bisa mencapai Rp. 7.000an sedangkan kalau dijual ke koperasi sekitar Rp. 6000.

Dari perhitungan tersebut, setidaknya Kamto dapat mengantongi pendapatan sebesar Rp.200 ribu lebih setiap harinya. Nantinya hasil itu yang akan diputar lagi untuk membeli makanan berupa konsentrat khusus untuk sapi-sapi perah miliknya.

Sementara itu, Sumarti (53) kelompok sapi perah Sidodadi, yang berada di Dusun Weron, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman juga merasakan hal yang serupa. Menurutnya berternak sapi perah saat in jauh lebih bisa menghasilkan dibandingkan dengan berkebun atau bertani.

"Di sini itu kalau kemarau susah air. Jadi kalau bertani juga agak susah pilihannya terbatas. Malahan saya pilih nyewa lahan saja buat ditanami pakan sapi biar sapinya lebih produktif," ujar Sumarti.

Baca Juga: Ini Pesan Mbah Petruk untuk Juru Kunci Merapi

Sumarti menyampaikan bahwa memang mayoritas warga di wilayahnya lebih memilih berternak sapi perah ketimbang lainnya. Kalau pun ada anak-anak muda yang enggan untuk menekuni bidang peternakan biasanya lebih memilih untuk terjun ke pertambangan pasir atau di pariwisata.

"Kalau nggak berternak ya kebanyakan ikut nambang pasir atau bergerak di pariwisata sekitar lereng Merapi sini," tandasnya.

Load More