Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 08 Februari 2021 | 16:26 WIB
Ilustrasi stres akibat pandemi Covid-19. [Ema Rohimah]

"Sampai sekarang dia itu tidak berani pulang ke rumah, memilih untuk bersama om dan simbahnya yang hanya beda RT. Setelah kejadian itu sama sekali, teman-temannya pun tidak ada yang datang. Tidak ada yang menemani, sehingga mainnya cuma dengan adik sepupunya. Dan itu juga di rumah saja tidak berani keluar," jelasnya.

Padahal kata Wawan, sebelumnya anaknya itu biasa beraktivitas di rumah. Bahkan tidak jarang ia keluar rumah untuk membeli makanan ikan. 

"Tapi setelah beredar kabar itu. Namanya anak kecil ya tambah down lagi," tambahnya.

Merespon kondisi anaknya yang seperti itu, Wawan selalu hadir untuk membesarkan hatinya. Termasuk saat sebelum akhirnya memilih untuk berangkat melangsungkan tes cepat antigen tersebut.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di DIY Tembus 21.254, Sri Sultan Curhat Begini

"Saya besarkan hatinya, jadi sebelum berangkat swab antigen itu saya beri pengertian. Kalau dia tidak ditenangkan pasti dia sudah mengamuk. Tapi saya coba tenangkan akhirnya ia setuju untuk menjalani tes antigen," katanya.

Begitu juga setelah tes antigen tersebut dilakukan, ia kembali dihibur dan dibujuk untuk jalan-jalan. Baik itu untuk membeli baju atau perlengkapan yang diperlukannya. 

Pandemi Covid-19 menambah jumlah orang depresi

Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bantul menyebutkan jika kasus depresi yang ada di Bantul mencapai ratusan, termasuk kasus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Namun hal itu tidak semua karena Covid-19.

Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dinsos P3A Kabupaten Bantul, Tunik Wusri Arliani menjelaskan jika persoalan yang ditangani instansinya kebanyakan ODGJ yang terlantar.

Baca Juga: Kasus COVID-19 di DIY Masih Tinggi, Sri Sultan Larang Pembukaan Sekolah

Pihaknya mengaku tidak ada kajian tentang orang yang depresi karena Covid-19. Namun ada laporan orang stres atau depresi yang terjadi selama 2020. Sedikitnya ada lima yang menjadi perhatian Dinsos.

"Jika kondisi covid-19 itu memang ada yang depresi. Tapi apakah penyebabnya karena Covid-19 belum kami kaji hingga ke sana. Januari 2021 kemarin ada 3 orang yang mendatangi kami," ujar Tunik ditemui SuaraJogja.id, Sabtu (23/1/2021).

Ia menyebut bahwa orang atau keluarga yang terindikasi mengalami depresi lebih memilih membawa ke rumah sakit khusus kejiwaan untuk penanganan. Sehingga data yang masuk ke Dinsos tidak begitu banyak.

Menanggapi kasus kematian yang erat dengan unsur bunuh diri di Polosiyo RT 2, Tunik mengatakan perlu kajian lebih dalam apakah benar korban memilih mengakhiri hidupnya karena situasi pandemi ini.

Adanya penyakit mental atau depresi bisa dipicu karena sebelumnya korban memiliki sakit depresi namun sudah sembuh. Karena faktor pandemi, depresi itu muncul kembali.

Tunik menambahkan, selain faktor tersebut. Depresi karena keturunan bisa terjadi. Misal, orang tua korban pernah mengidap gangguan jiwa atau depresi. Sehingga menurun kepada generasi di bawahnya.

Load More