SuaraJogja.id - Setiap sudut Kota Yogyakarta memiliki nilai sejarah tersendiri, termasuk salah satu masjid tertua yang tak hanya di dalam lingkup Yogyakarta, tetapi di Indonesia, yakni Masjid Gedhe Mataram Kotagede.
Masjid yang berdiri pada tahun 1587, atau tepatnya saat era Mataram Islam itu, dibangun oleh Kanjeng Panembahan Senopati. Nilai-nilai filosofis yang kuat terdapat di setiap sudut salah satu warisan Kasultanan Mataram tersebut.
Koordinator Urusan Rumah Tangga Masjid Gedhe Mataram Kotagede Warisman menyebutkan bahwa nilai filosofis yang paling terlihat yakni mengenai Catur Gatra Tunggal, atau dapat diartikan sebagai empat wujud yang menjadi satu kesatuan.
"Catur Gatra Tunggal itu empat wujud yang menjadi satu yakni kerajaan, masjid, alun-alun dan pasar. Kalau sekarang semacam landasan idiil. Setiap kasultanan pasti ada ini," kata Warisman saat ditemui di serambi Masjid Kotagede, Sabtu (24/4/2021).
Baca Juga: Suasana Salat Tarawih di Masjid Gedhe Kauman Digelar Dengan Terapkan Prokes
Warisman menjelaskan bahwa setiap gatra itu mengandung makna yang berbeda, mulai dari masjid yang dimaknai sebagai simbol Ketuhanan yang Maha Esa, lalu ada kerajaan, yang merupakan lambang kepemimpinan.
Sedangkan alun-alun adalah bentuk dari demokrasi, serta dalam hal ini dilengkapi dengan pasar, yang mewakilkan simbol keadilan dan kemakmuran.
Berbagai unsur tadi yang membuat keberadaan Masjid Kotagede mengandung nilai penting dalam perkembangannya, termasuk dengan berdirinya masjid ini, yang merupakan perintah dari Sunan Kalijaga atau guru dari Kanjeng Panembahan Senopati.
Pasalnya pada saat itu, Islam hanya berkembang di pantai utara saja, mulai dari wilayah Gresik, Lamongan, Tuban, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, sampai Cirebon.
"Sedangkan di pedalaman ini masih menganut animisme dan dinamisme," ujarnya.
Baca Juga: Masih Pandemi, Masjid Gedhe Kauman Gelar Tarawih Secara Singkat
Maka dari itu, kata Warisman, Kanjeng Panembahan Senopati yang diutus langsung oleh sang guru untuk melaksanakan pembangunan masjid ini. Tujuannya untuk menyebarkan agama Islam di sejumlah pelosok Pulau Jawa.
Syiar agama Islam itu kemudian dimulai dengan pembangunan Masjid Kotagede ini hingga terus berkembang menjadi pusat kegiatan dakwah pada saat itu.
"Kanjeng Panembahan Senopati murid dari Sunan Kalijaga diperintahkan mengembangkan Islam di wilayah pedalaman pulau Jawa atau Jawa bagian selatan, lalu diperintahkan membangun sebuah masjid yang berfungsi sebagai pusat kegiatan dakwah dan kegiatan pengembangan agama Islam. Itu sejarah pendirian Masjid Gedhe Mataram Kotagede," ujarnya.
Warisman menyatakan bahwa sebelum terbentuk atau terbangunnya masjid ini, dahulu kala wilayah itu adalah hutan belantara. Seluruh wilayah yang masih hutan itu masuk dalam Kasultanan Pajang.
"Dulu wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta itu masih berupa hutan, dan di sini [sekarang Masjid Gedhe Mataram Kotagede] namanya Hutan Mentaok," terangnya.
Pada suatu saat Hutan Mentaok itu diberikan sebagai hadiah sebagai hadiah sebuah sayembara untuk menagkap Aryo Penangsang. Ki Ageng Pamanahan yang merupakan orang tua dari Kanjeng Panembahan Senopati adalah orang yang berhasil memenangkan sayembara itu.
Akhirnya Raja Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya memberikan hadiah berupa tanah perdiak, atau yang sudah tidak dipungut pajak, di Hutan Mentaok ini walaupun pada awalnya beberapa pihak, termasuk salah satunya Sultan Hadiwijaya, atau murid dari Sunan Kudus, sempat mengkhawatirkan hadiah tersebut. Sebab, ditakutkan setelah tanah itu diberikan, justru akan muncul kerajaan baru.
Namun, kekhawatiran itu tidak terwujud, bahkan setelah tanah perdikan di Mentaok itu diserahkan kepada Ki Ageng Pamanahan dan Danang Sutawijaya.
Justru mereka meminta izin terlebih dulu kepada Sultan Hadiwijaya, bukan untuk menjadikan tanah Mentaok itu sebagai kerajaan baru, melainkan guna membuka Hutan Mentaok tersebut menjadi sebuah hunian.
Dari situ, kata Warisman, tanah itu berkembang terus, berawal dari padukuhan Mataram hingga berkembang menjadi Kasultanan Mataram.
"Nah lalu bersamaan juga dengan dibukanya tanah tersebut berdiri Masjid Gedhe Mataram Kotagede ini. Kalau Ki Ageng Pamanahan tinggal di barat masjid, sekarang jadi makam raja Mataram," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Yoursay Mlampah Eksplor Kotagede, Serunya Jelajah Sejarah Awal Kebangkitan Mataram Islam
-
Komnas HAM Sebut Polsek Kotagede dan Polsek Sewon Lakukan Pelanggaran HAM ke Tiga Pelaku Klitih Yogyakarta
-
Lewat Program Let's Color, Dulux Warnai Rumah Warga dan Bangunan Bersejarah Indonesia
-
5 Bangunan Bersejarah yang Layak Dikunjungi di Kota Kairo
Terpopuler
- Raffi Ahmad Ungkap Tragedi yang Dialami Ariel NOAH, Warganet: Masih dalam Lindungan Allah
- Eliano Reijnders Ungkap Rencana Masa Depannya, Berniat Susul Tijjani Reijnders
- Seharga Raize tapi Mesin Sekelas Innova: Yuk Simak Pesona Toyota Frontlander
- Crazy Rich Kalimantan, Begini Mewah dan Mahalnya Kado Istri Haji Isam untuk Ulang Tahun Azura
- Bayern Munchen Pampang Foto Nathan Tjoe-A-On, Pindah ke Bundesliga Jerman?
Pilihan
-
Rupiah Loyo! Tembus Rp15.900 per Dolar AS, Calon Menkeu AS Jadi Biang Kerok
-
Harga Emas Antam Jatuh Terjungkal, Balik ke Level Rp1,4 Juta/Gram
-
Viral Pertamax Dituding Jadi Biang Rusaknya Fuel Pump Mobil, ITB Sampai Dipanggil
-
MR.DIY Mau Melantai Bursa di BEI, Ini Harga Saham dan Jadwal IPO
-
Diskusi OIKN dan BPK RI: Pembangunan IKN Harus Berlanjut dengan Tata Kelola yang Baik
Terkini
-
Bawaslu Sleman Temukan 23 TPS Rawan Bencana dan 37 TPS Bermasalah Internet
-
Eks Karyawan jadi Mucikari Online, Jual PSK via MiChat usai Kena PHK
-
Potensi Bencana Ancam Pilkada di DIY, KPU Siapkan Mitigasi di TPS Rawan
-
Sendirian dan Sakit, Kakek di Gunungkidul Ditemukan Membusuk di Rumahnya
-
UMKM Dapat Pesanan Ekspor, Tapi Tak Sanggup Produksi? Ini Biang Keroknya