Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 26 Agustus 2021 | 21:41 WIB
Kawasan Malioboro yang diusulkan sebagai sumbu filosofi ke UNESCO. [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Wacana pengajuan Sumbu Filosofi DIY menjadi salah satu Warisan Budaya Dunia Tak Benda kepada UNESCO jalan terus meski saat ini DIY masih harus menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4. Penataan kawasan Malioboro sebagai bagian dari sumbu filosofi tersebut pun terus dilakukan.

" Kita tidak pernah berhenti proses [pengajuan sumbu filosofi] yang kita lakukan di malioboro meski ppkm," ujar Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti saat dikonfirmasi, Kamis (26/08/2021).

Dicontohkan Yetti, pengembangan Malioboro sebagai kawasan pedesterian masih dikebut. Diantaranya penataan sekitar 17 sirip-sirip jalan di kawasan tersebut seperti di Jalan Perwakilan yang tahun ini akan ada penataan melalui pembangunan fisik.

Penataan kawasan penyangga di Kota Yogyakarta juga terus dilakukan. Diantaranya kawasan Tugu atau Jalan Margo Utomo dan Jalan Jendral Sudirman yang kini jadi kawasan semi pedestrian.

Baca Juga: Uji Coba Pembukaan Mall di DIY Masuk Hari Ketiga, Kunjungan Masih Landai

"Kami juga bicara tentang wilayah-wilayah penyangga karena kalau bicara sumbu filosofi ini kan masuk dalam pusat kota sehingga treatment pengelolaannya beda dengan kawasan lain yang tidak masuk dalam kawasan heritage," tandasnya.

Yetti menambahkan, Pemkot Yogyakarta akan mengevaluasi kebijakan semi pedestrian di kawasan Malionoro. Namun kebijakan baru belum akan digulirkan sebelum PPKM selesai.

Perencanaan penetapan sumbu filosofi juga terus dilakukan. Diantaranya manajemen pengunjung kawasan Malioboro yang selama ini sering melebihi kapasitas yang ada.

"Sebelum pandemi bahkan pernah malioboro dikunjungi sekitar 80 ribu pengunjung. Itu kan tidak sehat sebagai kawasan pedestrian dan untuk menjaga lingkungan [malioboro]. Artinya kita harus punya manajemen pengelolaan pengunjung, misalnya dengan membatasi durasi waktu [pengunjung]," ungkapnya.

Sementara Kepala UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Kota Yogyakarta, Ekwanto mengungkapkan diperlukan kontribusi masyarakat dalam mendukung penetapan indikator sumbu filosofi yang diberlakukan UNESCO. Diantaranya penataan toko-toko di kawasan Malioboro yang dikembalikan sesuai fasad atau wajah bangunan awal.

Baca Juga: Gubernur DIY Minta Percepatan Vaksinasi Jadi Fokus Utama Agar PPKM Bisa Turun Level

"Kami juga harus minta kerjasama dengan mereka agar toko-toko di malioboro juga mau ditata dengan baik," jelasnya.

Penataan kawasan Malioboro untuk mendukung sumbu filosofi, lanjut Ekwanto bukanlah perkara mudah. Sebab kawasan tersebut sangat heterogen dan aspek ekonomi jadi kendala utama.

Misalnya kebijkaan penutupan kawasan Malioboro untuk dijadikan pedesterian pada pukul 18.00 WIB yang tidak disetujui oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) dan pemilik toko. Padahal untuk mendukung kawasan tersebut sebagai warisan budaya, kebijakan kawasan pedesterian wajib diberlakukan.

"Karenanya ini perlu terus disosialisasikan ke masyarakat," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More