SuaraJogja.id - Sebagian wilayah Gunungkidul hingga saat ini masih menghadapi masalah air bersih. Di musim kemarau seperti sekarang ini memang menjadi puncak persoalan yang menghinggapi sebagian wilayah Gunungkidul, mereka kesulitan mendapatkan air bersih hingga terpaksa mengandalkan droping dari pemerintah ataupun membeli air.
Seperti Padukuhan Ngurak Urak, Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop, Gunungkidul. Padukuhan ini terletak di wilayah selatan Gunungkidul dan sudah hampir setiap musim kemarau seperti sekarang ini, persoalan air di daerah ini memang menjadi suatu masalah yang sangat mendasar.
Saluran PDAM sebenarnya sudah sampai ke wilayah mereka, tetapi karena berada di ujung selatan, maka pasokan air tidak selalu mengalir dengan baik. Bukan setiap hari, melainkan seminggu sekali air dari PDAM bisa mereka nikmati. Debitnyapun hanya alakadarnya semata, tak mampu memenuhi kebutuhan mereka.
Sebenarnya, hampir setiap rumah memiliki bak Penampung Air Hujan (PAH). Bak yang berbentuk tabung dan berbahan semen ini dibangun dengan dana swadaya. Fungsinya adalah untuk memanen air hujan (Rain Harvesting).
Semakin meningkat kesejahteraan seseorang tentu ukuran Bak PAH ini juga semakin besar. Bagaimana tidak, untuk membangun Bak PAH ini memang membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Bak PAH ini, airnya akan habis digunakan jika mulai memasuki musim kemarau, dan jika air habis maka suplai air untuk mengisi PAH, yang semula mengandalkan air hujan, digantikan oleh PDAM.
Salah seorang warga Padukuhan Ngurak Urak, Harmanto (39) mengatakan, karena air PDAM tidak mengalir setiap hari, maka warga berinisiatif menjadwal siapa yang berhak mendapatkan aliran air PDAM setiap minggunya. Warga pun memakluminya, sehingga bersedia untuk digilir.
"Air PDAM di sini hanya seminggu sekali. Kami terpaksa bergiliran untuk mengisi bak bak penampung milik warga," terangnya, Sabtu (18/9/2021).
Hanya saja bagi warga yang tinggal di tempat yang agak tinggi maka mereka tidak akan mendapatkan air sebanyak yang mereka harapkan. Karena seringkali saat tiba giliran mengisi penampung, mereka justru tidak kebagian. Rumah-rumah yang terletak di bagian bawah otomatis lebih dulu untuk mengisi bak tampungnya karena air yang mengalir hanya sehari ini, tidak mencukupi bagi sebagian warga.
Baca Juga: Kisah Ngeri Pembantaian PKI di Gua Grubug, Dipaksa Terjun ke Lubang Sedalam 98 Meter
Untuk warga yang tidak kebagian air, akhirnya mereka terpaksa membeli air dari tangki yang berasal dari Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Satu tangki air seharga sampai Rp220 ribu. Jumlah tersebut tentu cukup memberatkan, terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini.
Berangkat dari keprihatinan tentang hal ini, Ribut (35), Harmanto, dan beberapa pemuda yang tergabung dalam wadah Sanggar Lumbung Kawruh Pedukuhan Ngurak Urak akhirnya beberapa hari yang lalu berusaha mencari alternatif dengan mencoba mengeksplorasi Luweng (gua vertikal) yang berada di wilayah mereka.
"Kami masuk ke dalam Luweng dengan tujuan untuk mencari sumber air," paparnya.
Kelompok ini berkolaborasi dengan Keluarga Pecinta Alam Fakultas Sastra (Kapalasastra), Fakultas Ilmu Budaya(FIB), Universitas Gajah Mada(UGM) Yogyakarta, yang mempunyai hobi susur gua(Caving). Mereka difasilitasi oleh Sosen Universitas Brawijaya Malang, Irsyad Mathias(40).
"Sayang kami belum bisa menemukan keberadaan air di dua Luweng/gua yang dimasuki. Pada umumnya eksplor awal gua hanya mengidentifikasi keadaan mulut gua, teknis Rigging (lintasan masuk), dan keadaan ekologis gua, Biota, ornamen gua, lorong gua, dan potensi sumber air," terang Irsyad.
Alumnus Kapalasastra FIB UGM ini mengatakan berdasarkan eksplorasi kemarin, mereka mendata bahwa gua Gunung Kendil mempunyai kedalaman vertikal sekitar 25 meter dan chamber/ruang gua sekitar 4 meter. Selain itu pihaknya juga tidak menemukan indikasi lorong lanjutan yang dapat ditelusuri.
Berita Terkait
-
Kisah Ngeri Pembantaian PKI di Gua Grubug, Dipaksa Terjun ke Lubang Sedalam 98 Meter
-
Viral Kakek Hidup Sebatang Kara di Tepus, Inem Jogja Beri Penjelasan Alasan Mengunggahnya
-
Tinggal di Kandang Sapi, Pasutri di Gunungkidul Dibantu Bripka Oktaviani Beli Tanah
-
Muncul Klaster Hajatan Saat Penerapan PPKM, Satu RT di Gunungkidul Masih Masuk Zona Merah
-
Diduga karena Masalah Asmara, Remaja di Gunungkidul Nekat Gantung Diri
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
Terkini
-
Rp4 Miliar untuk Jembatan Pucunggrowong: Kapan Warga Imogiri Bisa Bernapas Lega?
-
2000 Rumah Tak Layak Huni di Bantul Jadi Sorotan: Solusi Rp4 Miliar Disiapkan
-
Malioboro Bebas Macet? Pemkot Yogyakarta Siapkan Shuttle Bus dari Terminal Giwangan untuk Turis
-
Tunjangan DPRD DIY Bikin Melongo, Tunjangan Perumahan Lebih Mahal dari Motor Baru?
-
KPKKI Gugat UU Kesehatan ke MK: Komersialisasi Layanan Kesehatan Mengancam Hak Warga?