Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 30 September 2021 | 16:25 WIB
Leo Mulyono, penyintas tragedi G30S. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Aku berani melihat ke depan dan setelah melihat ke depan ternyata Segara Anakan. Nusakambangan. Nangis aku. Aku kelingan (teringat) ibuku tidak dapat berita saya ada dimana, kok aku dibawa ke Nusakambangan. Padahal pemikiran saya waktu itu, Nusakambangan itu satu pulau yang digunakan untuk menghukum orang yang kriminal lima tahun ke atas. Aku kok dibuang ke sana, mesti berat banget ini. Nangis saya," ujarnya.

Setelah tiba, ia melihat bahwa telah berada di Penjara Besi (Lapas Kelas IIA Besi), Nusakambangan. 

Leo teringat ungkapan Bung Karno bahwa orang yang pernah dihukum atau dipenjara selama lima tahun itu jiwanya pasti goncang. Ya benar saja. Ada beberapa teman dari rombongan yang bersama Leo akhirnga kehilangan akal sehat. Stres hingga bunuh diri.

Namun Leo memilih tetap menjaga kewarasanannya dengan memperhatikan kondisi sekitarnya. Hari-hari Leo akhirnya harus berada di penjara itu. 

Baca Juga: Berdiri Tugu Palu Arit di Palembang, Puluhan Kantor Serikat Buruh

Di sana, jelas Leo, napi yang tegas atau dalam deskripsi Leo berani untuk 'menggulung' orang yang baru datang atau khususnya Leo dan rombongan justru akan mendapat remisi di tanggal 17 Agustus.

"Napi nek ngajar kita entuk nama. Lha kita nek 17 Agustus malah dikrangkeng. Kuwalik-walik tenan iki (napi kalau menghajar kita malah mendapat nama. Sedangkan kita saat 17 Agustus malah di penjara. Kebalik-balik pokoknya)," tuturnya. 

Lalu Leo dipindah lagi ke Nirbaya. Tempat untuk menembak mati para napi lainnya. Itu semacam bukit katanya. 

Ia menilai kondisi di penjara itu sudah sangat buruk. Entah apa yang ada dipikiran Leo saat itu. Tapi di sana Leo nekat memakai kaos yang bertuliskan CGMI. Ia menyebut bahwa itu satu-satunya kaos yang ia miliki.

Teman-temannya pun sudah mengira Leo kehilangan akal. Mereka khawatir dan meyakini tindakan gilanya itu akan menuntutnya ke petaka. Mereka benar, seorang penjaga memanggil Leo.

Baca Juga: Kumpulan 30 Link Download Twibbon Peringatan G30S PKI

Ia menjelaskan saat itu harus menemui seorang petugas bernama Dalim. Dengan perasaan yang sangat gugup, ia berjalan menghampiri Dalim.

Namun ternyata bukan hukuman atau siksaan yang diterima Leo. Kala itu Dalim hanya menanyakan tentang asalnya dan keterampilan yang ia miliki, dalam hal ini menggambar. Petugas bernama Dalim itu pun tidak menyinggung apa pun tentang kaos yang digunakan. 

Justru dari situ Leo mendapat pengalaman berharga sehingga dipindahkan ke divisi lain yang ada di penjara itu. Bukan untuk membersihkan ruangan tapi untuk melakukan kesukaannya yaitu menggambar.

Tidak terasa saat itu sudah memasuki akhir tahun 1967. Leo masih diminta untuk menggambar pahlawan seperti Diponegoro dan Kartini. 

Berkat keterampilan menggambarnya itu, kata Leo, ada komandan yang kemudian sangat menyukai gambarnya hingga memintanya agar bisa menggambar untuk mereka juga.

Leo bahkan seolah mendapat keleluasan di dalam penjara kala itu. Ia bisa bebas keluar masuk penjara tanpa pengawasan ketat dan siksaan seperti dulu. Makanan yang ia terima saat itu pun lebih layak, tidak jarang ia menyisakan dan membawakan makanan itu kepada teman-temannya di penjara.

Load More