Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 30 September 2021 | 16:25 WIB
Leo Mulyono, penyintas tragedi G30S. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Elvy Sukaesih Mengantar ke Pulau Buru

Suatu pagi, para tahanan yang berusia dengan rentan usia 20-50 tahun dipanggil oleh petugas. Leo berpikir akhirnya pembebasan itu dilakukan.

Dengan perasaan senang ia mengikuti arahan dari tentara yang saat itu sudah menunggu mereka. Rombongan itu diminta untuk meninggalkan penjara Nirbaya menuju ke stasiun kereta.

Perasaannya sudah sangat positif akan segera dipulangkan saat itu. Mengingat tahanan lain yang ternyata kondisinya tidak sebaik Leo. 

Baca Juga: Berdiri Tugu Palu Arit di Palembang, Puluhan Kantor Serikat Buruh

Dalam artian mereka kurus kering bahkan untuk berdiri pun susah. Terlebih orang tua yang harus dibantu untuk naik ke dalam kereta. Kali ini, jendela kereta tidak ditutup rapat. 

"Lalu kereta api kan sampai Jogja. Tak pikirkan bebas di Jogja, ternyata ora mandek (tidak berhenti). Waduh padahal aku sudah mencari teman yang ada di Stasiun Tugu. Oh mungkin nanti Lempuyangan, sebab dulu aku kan dari Lempuyangan berangkatnya. Ternyata sampai Lempuyangan juga tidak berhenti," tuturnya.

Semangat bebas Leo harus kembali pupus. Ia tidak ada pikiran lagi akan dibawa kemana. Hingga akhirnya, kereta berhenti di Semarang tepatnya di Stasiun Tawang.

Belum keluar dari kereta, Leo dan rombongan sudah ditunggu truk. Mereka langsung dimasukkan ke dalam truk. Saat truk sudah penuh tentara berada di belakang dengan senjata yang siap menembak jika ada pergerakan yang mencurigakan.

Meskipun tidak mungkin lagi, kata Leo, bagi mereka untuk melarikan diri. Mengingat kondisi fisik yang sudah sangat lemah.

Baca Juga: Kumpulan 30 Link Download Twibbon Peringatan G30S PKI

Truk itu ternyata membawa rombongan Leo ke Ambarawa, sebuah kota di Jawa Tengah. Ia sempat berpikir sudah di dalam masa pembebasan setelah diminta untuk foto dari 9 sisi dan cap jari.

Ada salah satu rekannya dari Rembang yang ternyata benar bebas. Dibuktikan dengan teriakan dari luar pagar kawat yang terdengar oleh Leo dari dalam penjara.

"Tapi aku tidak bebas. Dipanggil untuk naik truk lagi dikawal CPM (polisi militer) yang kemarin sempat ditahan juga. Dia bilang kalau kita akan dibawa ke Nusakambangan lagi, terus mungkin ke Pulau Buru," terangnya.

Benar saja, pada medio 1969-1970 itu Leo dan rekan-rekannya kembali dipindahkan. Selepas dari Ambarawa, mereka dibawa kembali ke Nusakambangan. 

Berbeda dengan kesan pertama saat tiba di Nusakambangan, kali ini Leo sudah lebih kuat secara mental. Ia tidak lagi menangis ketika tiba di sana. 

Walaupun tetap saja kecewa dengan janji polisi di Ngupasan dulu yang bilang akan dibebaskan setelah kondisi Jogja aman. Tapi ternyata tidak secepat itu.

Load More