Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 01 November 2021 | 19:24 WIB
Salah satu mantan WBP, Vincentius Titih Gita Arupadatu (35) menunjukkan bekas luka penganiayaan di Kantor ORI Perwakilan DIY, Senin (1/11/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) DIY Gusti Ayu Putu Suwardani menyatakan tidak ada standar operasional prosedur (SOP) di lapas manapun untuk memakai kekerasan kepada warga binaan. Pasalnya hal tersebut berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kalau ditanya boleh kekerasan atau tidak ya pasti tidak boleh lah gitu ya karena itu kan hak asasi manusia dan kita juga kementerian hukum dan hak asasi manusia," kata Ayu saat dihubungi awak media, Senin (1/11/2021).

Ayu menuturkan bahwa segala bentuk pemukulan atau penganiayaan tidak diperkenankan diterapkan oleh para petugas lapas. Terlebih saat berinteraksi dengan seluruh warga binaan yang sedang berada di masing-masing lapas.

Kendati begitu, Ayu tidak memungkiri bahwa bentakan atau gertakan oleh petugas kepada warga binaan itu tetap akan ditemui. Menurutnya hal itu hanya dianggap sebagai trik saja saat menangani temuan tertentu di dalam lapas.

Baca Juga: Jasa Raharja Cabang DIY Gelar Vaksinasi Massal di Bantul, Target 600 Orang Disuntik

"Seperti kemarin beberapa hari yang lalu juga ada laporan dari (lapas) Wirogunan karena dia (warga binaan) dibentak-bentak. Setelah kita telusuri ternyata karena dia menyembunyikan hp dan ketahuan," ungkapnya.

Ia menyebut jika hanya diperiksa secara halus saja maka warga binaan tidak akan mengakui perbuatannya. Maka diperlukan suatu gertakan.

"Kalau kita periksa dengan halus dia enggak mau ngaku dari mananya dengan bentak-bentakan itu hanya trik sebenarnya. Tapi yang jelas kita nggak ingin sampai ada pemukulan gitu ya," ucapnya.

"Kalau bentakan atau gertakan agar dia ngaku aja kan hanya salah satu triknya. Tapi kan tidak harus dilakukan sampai pemukulan sampai ke penganiayaan itu yang salah sebenarnya," tegasnya.

Ayu menilai bahwa kondisi tersebut membuat pihaknya menjadi serba salah. Apalagi ketika petugas mulai halus justru warga binaan yang meminta lebih namun ketika sebaliknya kabar dugaan kekerasan yang langsung muncul. 

Baca Juga: Tambahan 683 Kasus Covid-19, DIY Provinsi Penyumbang Terbanyak Kelima

"Memang kita serba salah. Kalau kita halusin mereka pasti akan ngelunjak. Tapi kalau keras sedikit langsung beredarnya disiksa seperti itu. Memang serba salah kami," tuturnya. 

Namun sekali lagi, Ayu menegaskan tidak boleh ada pemukulan maupun penganiayaan dari siapapun petugas lapas kepada warga binaan. 

"Yang jelas tidak boleh ada (kekerasan) itu melanggar HAM. Kalau memang sampai menyentuh saja itu sudah melanggar HAM apalagi sampai berbekas kan gitu. Tidak ada yang memperbolehkan kalau itu ada pemukulan atau apapun kepada warga binaan," tandasnya.

Mengenai dugaan kasus penganiayaan terhadap warga binaan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, disebutkan Ayu, pihaknya justru mengaku belum mendapatkan laporan terkait hal tersebut dari pihak lapas. 

Kendati begitu, Ayu tetap akan langsung menindaklanjuti dugaan kasus penganiayaan tersebut. Terlebih berkoordinasi dengan pihak lapas narkotika ataupun pihak Ombudsman yang menerima laporan.

"Saya juga akan koordinasi lagi ke lapas narkotika maupun Ombudsman kalau memang ada laporan ke sana. Karena biasanya seperti itu kita akan komunikasi dulu. Lalu kita akan tindaklanjuti kalau memang ada seperti itu insya allah kita tindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku," pungkasnya. 

Sebelumnya diberitakan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY menyatakan bahwa setidaknya sudah ada tiga laporan terkait dugaan kekerasan dari sejumlah mantan warga binaan di lembaga pemasyarakatan (lapas) di wilayahnya. Laporan itu sudah masuk sejak tiga bulan terakhir.

"Dalam tiga bulan ini kita sudah menerima tiga laporan (dugaan kekerasan di lapas)," kata Ketua ORI Perwakilan DIY Budi Masturi saat ditemui awak media di Kantor ORI Perwakilan DIY, Senin (1/11/2021). 

Budi merinci tiga laporan itu dimulai dari Lapas Kelas IIA Yogyakarta atau lebih dikenal Lapas Wirogunan. Laporan itu sudah diterima sejak tiga bulan lalu dan sudah melewati sejumlah proses.

Lalu ada laporan kedua berasal dari Lapas Wonosari, Gunung Kidul. Saat ini terkait laporan dari lapas tersebut juga masih terus diproses.

Terbaru atau ketiga adalah laporan dari sejumlah mantan warga binaan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Laporan terkait dengan lapas yang berada di wilayah Pakem, Sleman tersebut masih dalam proses aduan awal.

Dari tiga laporan tersebut, diakui Budi, semuanya memiliki kesamaan. Dalam hal ini laporan itu terkait dengan dugaan tindak kekerasan atau penganiayaan di lapas.

"Iya intinya mereka merasa mengalami perlakukan kekerasan selama di dalam (tiga lapas tadi)," ungkapnya.

Load More