Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 30 Maret 2022 | 16:00 WIB
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian membuka groundbreaking tol jogja-bawen, Selasa (30/3/2022). [Kontributor / Uli Febriarni]

SuaraJogja.id - Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian kutip sejarah Kerajaan Medang dan Raja Sanjaya. Hal itu ia lakukan saat memberikan pidato di tengah dimulainya groundbreaking proyek pembangunan tol Jogja-Bawen, di Sanggrahan, Tirtoadi, Mlati, Kabupaten Sleman, Rabu (30/3/2022). 

Secara pribadi Hedi menyebut, groundbreaking baginya merupakan sebuah selebrasi. Karena ia dan sejumlah pihak yang hadir dalam groundbreaking tersebut, sedang berada di wilayah dimulainya peradaban yang luar biasa. 

"Mungkin sekitar 14 abad yang lampau, ketika seseorang yang bernama Maharaja Prabu Sri Ratu Sanjaya memindahkan pusat pemerintah Jawa Tengah bangunan utara ke daerah sekitar sini, yang dulu disebutnya Medang ing Mataram," terang Hedi. 

Monumen yang menyatakan keberadaan Raja Sanjaya diperkirakan ada di sekitar Gunung Wukir, dinamakan prasasti Sanjaya. 

Baca Juga: Dapat Uang Ganti Rugi Tol Jogja-Bawen, Sejumlah Warga di Banyurejo Bersiap Cari Tanah Pengganti

Bukan hanya mengutip soal Raja Sanjaya, ia juga mengutip kekaguman orang asing, dalam hal ini Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, --di bawah imperium Inggris--, Stanford Raffles yang kali pertama menemukan puncak Borobudur. 

Hedi mengungkap, saat itu Raffles bertanya-tanya negara mana yang telah menjajah Jawa dan mampu membangun bangunan semegah Borobudur. Hingga kemudian ia menelusuri dan meriset sampai menemukan fakta, bahwa yang membangun Borobudur adalah orang Jawa. 

"Karena yang dia temukan saat itu, kesannya orang Jawa itu bodoh, rendah diri, kurang beradab dan sebagainya. Maka beliau tidak berpikir Borobudur itu awalnya dibangun oleh orang Jawa," tambahnya. 

Ia melanjutkan, pada sekitar abad ke-7 atau 8, persis di tempat kegiatan berlangsung, telah dimulai peradaban besar yang melahirkan Borobudur, Prambanan.

Tantangannya akan muncul ketika nanti mulai menjalankan proyek tol, tim di lapangan jangan kaget bila semakin banyak menggali maka akan makin banyak ditemukan benda sejarah atau situs. Karena di sinilah pusat peradaban.

Baca Juga: Warga Banyurejo Tempel Terima Ganti Rugi Tol Jogja-Bawen, Menteri ATR: Jangan Sampai Menjadi Uang Panas

"Jadi ini selebrasi yang kita lakukan sekarang adalah kita ingin membuktikan, bahwa kita semua keturunannya bisa membangun peradaban yang lebih besar dari peradaban yang diturunkan, yang dilahirkan oleh Sanjaya dan keturunannya leluhur kita zaman dahulu," ungkapnya.

Jangan Sampai Rusak Peninggalan Sejarah dan Sumber Mata Air

Bukan hanya peninggalan sejarah, pihak proyek jalan tol juga dirasa perlu memahami bahwa daerah yang menjadi lokasi pembangunan merupakan wilayah rawan bencana. 

"Kita punya gunung Merapi, kami akan melewati beberapa aliran lahar dingin Merapi. Selain itu banyak pusat mata air. Jangan sampai merusaknya, tetap harus jaga keseimbangan alam dengan sebaik-baiknya," sebut dia. 

"Kami harus cepat, karena pimpinan selalu meminta untuk kerja cepat, tapi juga menghindarkan kemungkinan-kemungkinan dan dampak yang tidak bagus," terangnya. 

Ia menekankan, tim proyek memiliki protokol saat menggali lahan. Pihaknya ingin agar protokol itu diterapkan, sehingga dapat menjaga kelestarian dan tidak merusak peninggalan masa lalu.

"Ada yang bisa dibongkar, ada yang terpaksa harus dihindari. Jalur ini memang jalur luar biasa, begitu banyak tantangannya, mohon JT [Balai jalan Tol] dan kontraktor bersiap-siap. Dan karena masih masa pandemi, mohon menjaga protokol kesehatan dengan baik," tegasnya.

Mengingat groundbreaking jalan tol adalah sebuah selebrasi, maka secara lebh jauh ia menyebut bahwa selebrasi diwujudkan dengan membangun jalan tol yang zero accident.

"Tidak ada kecelakaan. Bangun jalan tol yang view-nya bagus, indah dan harus ada beautifikasinya. Kebetulan pemandangan yang ada juga sudah bagus," tuturnya.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More