SuaraJogja.id - Sejumlah serikat buruh di DIY telah melakukan survei terkait dengan kebutuhan hidup layak (KHL) pada tahun ini. Terbaru hasilnya menunjukkan KHL di DIY dapat mencapai angka Rp4 juta lebih.
Namun apakah nilai itu rasional ditetapkan upah minimum provinsi (UMP) DIY 2023?
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Hempri Suyatna menuturkan perlu pertimbangan dari berbagai pihak dalam menentukan besaran upah minimum itu. Namun untuk saat ini kenaikan sebesar 30 persen dinilai masih paling wajar.
"Naik 30 persen itu menurut saya wajar ya. Naik 30 persen dari sekarang misalnya. Kalau 30 persen cuma berapa itu, cuma Rp2,6 juta atau Rp2,7 juta ya," kata Hempri saat dihubungi awak media, Senin (31/10/2022).
Baca Juga: Ini Penjelasan Disnakertrans DIY Soal Survei KHL dan Penetapan Upah 2023
Kenaikan besaran upah itu bukan tanpa alasan. Ia menilai ada kondisi perusahaan yang juga harus diperhatikan dalam penentuan upah ini. Terlebih dengan kondisi saat ini yang belum semua perusahaan pulih secara penuh 100 persen dari pandemi Covid-19.
"Kita juga harus memperhatikan kondisi perusahaan yang juga baru terdampak, pulih dari pandemi belum 100 persen," ucapnya.
"Artinya tadi kita harus tetap memperhatikan aspek tadi kesejahteraan buruh menjadi yang penting dan kedua dari sisi sustainability perusahaan itu juga menjadi penting," sambungnya.
Dua hal itu, kata Hempri, yang memang harus diperhatikan dalam memutuskan besaran kenaikan UMP. Jangan sampai hanya satu sisi atau aspek saja yang diperhatikan dalam hal ini.
Diakui Hempri, terkait dengan kenaikan hingga Rp4,2 juta untuk UMP DIY masih terlalu berat untuk dilakukan. Sehingga memang yang paling wajar adalah sebesar 30 persen tadi.
Baca Juga: Ada Dugaan Mafia Tanah, LBH PW Anshor DIY Buka Posko Pengaduan
"Kalau naik Rp4,2 juta memang agak berat ya mungkin perusahaan juga akan keberatan ya. Paling enggak tadi 30 persen misalnya itu wajar, Rp2,6-2,7 juta misalnya karena kan harus memperhatikan perusahaan ya. Jangan sampai nanti perusahaan-perusahaan kolaps terus nanti malah muncul banyak pengangguran kan ini satu sisi harus kompromi-kompromi," tuturnya.
Berita Terkait
-
Demo di Kemnaker, Buruh Minta Permenaker Baru Soal Upah Sesuai Putusan MK
-
Digeruduk Buruh Dua Kali, Pemprov DKI Pastikan UMP 2025 Naik
-
Rumusan UMP DKI 2025 Dibahas Besok, Akankah Tuntutan Buruh Terpenuhi?
-
Minta UMP DKI Naik Jadi Rp 6,5 Juta, Buruh Geruduk Balai Kota Lagi
-
Usai Adanya Putusan MK, DPR Kumpulkan Menkum, Menaker hingga Buruh Pastikan PP 51 Sudah Tak Berlaku
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Jordi Onsu Terang-terangan Ngaku Temukan Ketenangan dalam Islam
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
Pilihan
-
Freeport Suplai Emas ke Antam, Erick Thohir Sebut Negara Hemat Rp200 Triliun
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaik November 2024
-
Neta Hentikan Produksi Mobil Listrik Akibat Penjualan Anjlok
-
Saldo Pelaku UMKM dari QRIS Nggak Bisa Cair, Begini Respon Menteri UMKM
-
Tiket Kereta Api untuk Libur Nataru Mulai Bisa Dipesan Hari Ini
Terkini
-
AI Ancam Lapangan Kerja?, Layanan Customer Experience justru Buat Peluang Baru
-
Dampak Kemenangan Donald Trump bagi Indonesia: Ancaman Ekonomi dan Tantangan Diplomasi
-
Pengawasan Miras di DIY sangat Lemah, Sosiolog UGM Tawarkan Solusi Ini
-
Pakar hukum UGM Usul Bawaslu Diberi Kewenangan seperti KPK
-
Ini Perbedaan Alergi Susu dan Intoleransi Laktosa pada Anak