Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 15 Agustus 2023 | 08:29 WIB
Kondisi tumpukan sampah di lahan transisi zona I, TPST Piyungan, Bantul, Minggu (23/7/2023). [Kontributor Suarajogja.id/ Julianto]

SuaraJogja.id - Asosiasi Kontraktor Nasional (ASKONAS) DIY mempertanyakan efektivitas pemanfaatan TPST Piyungan. Sebab meski  cara mengelola sampah yang mengandalkan TPST Piyungan sangat boros dan menghabiskan puluhan milyar tiap tahun namun tidak bisa menjadi solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

"Darurat sampah di jogja akan kembali terulang dalam setiap periode jika pengelolaannya hanya mengandalkan truk yang membuang sampah seluruh warga ke piyungan," ujar Sekjend DPD ASKONAS DIY, Yogi Adiningrat di Yogyakarta, Senin (14/08/2023).

Karenanya sebagai entitas kontraktor yang selama ini mengurusi masalah pembangunan di DIY, menurut Yogi, pihaknya sangat menyayangkan jika provinsi ini tidak bisa keluar dari masalah sampah. Sebab walaupun TPST Piyungan sudah jelas-jelas overload meskipun sudah ada pengembangan wilayah, namun dipastikan hanya akan bertahan beberapa bulan saja untuk akhirnya penuh lagi.

Sementara rencana pembangunan TPST Piyungan dengan mekanisme Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sulit untuk diharapkan menjadi solusi bersama. Padahal rencananya pembangunannya akan menghabiskan anggaran ratusan miliar juga

Baca Juga: Bicara Solusi Penanganan Sampah usai TPST Piyungan Ditutup Sementara, Pakar UGM Beberkan Hal Ini

“Mau berapa ratus miliar habis pun masalah sampah tidak akan selesai kalau tidak diubah paradigmanya. Jangan berharap piyungan terus. Kalaupun ada anggaran Rp 1 triliun, tetap pada akhirnya pemborosan yang terjadi. Mending uangnya untuk bangun industri yang lain daripada industri pemrosesan sampah jadi listrik yang belum jelas itu,” tandasnya.

Menurut Yogi, sesuai UU Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah mestinya selesai di wilayah masing-masing dulu yakni di level kabupaten dan kota. Apalagi di tingkat kabupaten, kebijakan membuang atau menumpuk sampah di TPA Kabupaten tidak dilakukan.

Kabupaten harusnya meningkatkan peran kalurahan hingga RT/RW untuk menyelesaikan masalah sampah sesuai kapasitasnya. Pengembangan pendekatan berbasis wilayah dalam pengelolaan sampah di DIY akan bersama-sama mendorong semua stakeholder sampai ke tingkat individu untuk bertanggungjawab terhadap sampahnya mestinya dilakukan.

“Sehingga masalah sampah jadi masalah peradaban, hidup beradab adiluhung seperti Yogya yang kita bangga-banggakan selama ini. Dan teknologi pemrosesan sampah harus tetap ada, tetapi bukan seperti sekarang logikanya hanya main buang secara instan,” tandasnya.

Dengan mengambil tanggungjawab berbasis wilayah, maka lanjut Yogi seluruh warga DIY berdaya dan tidak tergantung pada TPST Piyungan. Selain itu, dengan mengadopsi pendekatan berbasis wilayah, dapat mengurangi jarak angkut sampah menuju TPA Kabupaten dan juga TPA Piyungan sebagai pemrosesan akhir.

Baca Juga: TPST Piyungan Ditutup, Pemda DIY Siapkan Lahan Pengganti Sementara di Sleman

Apalagi TPST Piyungan sebagai tempat pembuangan akhir memiliki potensi untuk menghasilkan polusi tanah, air, dan udara. Dengan mendiversifikasi pengelolaan sampah berdasarkan wilayah, akan lebih mudah untuk menerapkan teknologi pengelolaan yang lebih ramah lingkungan, seperti daur ulang, kompos, atau metode pengolahan lainnya.

“Anggaran angkut juga akan berkurang kan. Belum dampak negatif dari pengangkutan jarak jauh seperti emisi gas rumah kaca dan polusi udara,” paparnya.

Namun dengan memiliki sistem pengelolaan sampah yang berbasis wilayah, lanjut Yogi, maka DIY akan memiliki fleksibilitas lebih besar dalam menangani krisis seperti lonjakan produksi sampah atau masalah teknis di TPST Piyungan. Wilayah-wilayah yang lebih kecil dapat lebih mudah beradaptasi dengan perubahan yang dibutuhkan.

Pengelolaan sampah berbasis wilayah juga akan mengurangi risiko kesehatan masyarakat. TPST Piyungan dapat menjadi sumber potensial penyakit dan pencemaran lingkungan yang dapat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat sekitarnya. Dengan mengurangi ketergantungan pada satu lokasi pengelolaan sampah, risiko ini dapat diminimalkan.

“Pendekatan berbasis wilayah juga dapat mendorong pengembangan teknologi dan inovasi dalam pengelolaan sampah yang lebih efisien dan berkelanjutan. Wilayah-wilayah dapat menciptakan solusi khusus yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal,” imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More