SuaraJogja.id - Ratusan massa yang tergabung dalam Jaringan Gugad Demokrasi (jagad) menyampaikan 11 tuntutan dalam aksi unjukrasa Gejayan Memanggil di pertigaan Gejayan, Yogyakarta, Senin (12/02/2024) sore. Tuntutan diperuntukkan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (jokowi).
"Kami membawa sebelas poin tuntutan pertama," ujar salah satu koordinator aksi, Imam Maulana disela aksi.
Sebelas tuntutan tersebut yakni revisi UU pemilu dan partai pemilu oleh badan independen. Massa menuntut Presiden Jokowi dan kroni-kroninya diadili.
Intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti diminta melakukan permintaan maaf. UU Cipta Kerja dan Minerba pun dituntut untuk dicabut.
Operasi militer pun diminta untuk segera dihentikan. Begitu pula pelanggaran HAM yang harus diselesaikan dan pemerintah wajib memberikan hak menentukan nasib sendiri.
Selain itu massa meminta pemerintah menghentikan perampasan tanah dan kriminalisasi aktivis lingkungan. Selain itu menjalankan pengadilan HAM dan mengesahkan UU PPRT serta memberikan pendidikan gratis bagi warga Indonesia.
"Kita juga minta jokowi menghentikan politisasi bansos yang dilakukan hari-hari ini," tandasnya.
Karenanya masyarakat Indonesia diminta bersatu dan bersama-sama melawan segala bentuk penindasan, pembatasan kebebasan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Jaringan Gugat Demokrasi hadir sebagai suara kolektif perlawanan, mengajak setiap lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam menciptakan masa depan yang demokratis dan adil.
Sebab para elit oligarki menggaungkan Indonesia sedang berada dalam pesta demokrasi dan kontestasi pemilu. Mereka mulai menebar berbagai janji untuk mendapatkan suara rakyat.
Baca Juga: Masuki Masa Tenang Pemilu, Bawaslu Copot APK yang Masih Bertebaran di Jogja
"Tapi benarkah demokrasi yang kita cita-citakan adalah demokrasi borjuis hari ini, dimana hanya partai politik dari kaum pemodal yang kaya raya lah yang bisa maju dalam pemilu, sehingga mempersulit bagi partai-partai alternatif dari rakyat kecil untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu. Kita dipaksa memilih pada pilihan yang sudah ditentukan oleh lingkaran oligarki itu sendiri, dan bahkan pilihan yang tersedia tida layak untuk dipilih," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
Aksi Demonstrasi Menuntut Jokowi Mundur, Ribuan Mahasiswa DIY Blokir Pertigaan Gejayan
-
Kritik Pedas Tiga Capres, Ratusan Massa Unjukrasa di Gejayan
-
Dikhawatirkan Memihak Paslon Tertentu, Petugas TPS di Jogja Diminta Wajib Netral Saat Pemilu
-
Masuki Masa Tenang Pemilu, Bawaslu Copot APK yang Masih Bertebaran di Jogja
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Bupati Sleman Akui Pahit, Sakit, Malu Usai Diskominfo Digeledah Kejati DIY Terkait Korupsi Internet
- Pemain Keturunan Purwokerto Tiba di Indonesia, Diproses Naturalisasi?
Pilihan
-
7 Sepatu Lari Murah 200 Ribuan untuk Pelajar: Olahraga Oke, buat Nongkrong Juga Kece
-
Masih Layak Beli Honda Jazz GK5 Bekas di 2025? Ini Review Lengkapnya
-
Daftar 5 Mobil Bekas yang Harganya Nggak Anjlok, Tetap Cuan Jika Dijual Lagi
-
Layak Jadi Striker Utama Persija Jakarta, Begini Respon Eksel Runtukahu
-
8 Rekomendasi HP Murah Anti Air dan Debu, Pilihan Terbaik Juli 2025
Terkini
-
Bupati Bantul Setuju PSIM Main di SSA, Tapi Suporter Wajib Patuhi Ini
-
Efek Prabowo: Pacuan Kuda Meledak! Harga Kuda Pacu Tembus Miliaran
-
Bahaya di Balik Kesepakatan Prabowo-Trump: Data Pribadi WNI Jadi Taruhan?
-
Dampak Larangan Study Tour: Keraton Jogja Ubah Haluan, Tawarkan Wisata yang Bikin Anak Betah
-
Fakta Sebenarnya Jurusan Jokowi di UGM: Bukan Teknologi Kayu? Teman Kuliah Ungkap Ini