SuaraJogja.id - Ketua Tim Kerja Penanganan Persampahan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Jogja Mareta Hexa Sevana mengungkap sampah organik masih mendominasi produksi sampah di wilayahnya. Tercatat hingga kini produksi masyarakat terhadap sampah organik mencapai 50 persen lebih.
"Lebih dari 50 persen itu organik," kata Mareta, Sabtu (4/5/2024).
Hal ini kemudian, menurut Mareta penting untuk menjadi perhatian semua pihak. Termasuk rumah tangga yang ada di Kota Yogyakarta agar dapat lebih menekan produksi sampah organik tersebut.
Sejumlah program sebenarnya sudah pernah dicanangkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Misalnya saja program 'Mbah Dirjo'.
Mbah Dirjo atau Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja adalah sebuah gerakan untuk mengajak masyarakat agar mereka mengelola sampah organik melalui biopori. Baik secara mandiri, di tingkat rumah tangga, atau secara komunal, dengan biopori jumbo.
Di sisi lain juga tetap melaksanakan program Gerakan Zero Sampah Anorganik (GZSA). Dengan mengolah dan memilah sampah dari rumah atau wilayah masing-masing.
"Jadi sebetulnya kalau boleh saran ke depan untuk merubah budaya masyarakat terutama yang paling signifikan mengurangi sampah itu adalah dengan mengurangi sampah organik supaya tidak terbuang keluar," terangnya.
"Itu kalau dijalankan betul, saya yakin lumayan mengurangi produksi sampah sampai 50 persen, kalau efektif. Karena sampah organik kalau dimasukan ke biopori itu kan pasti kimpes, dan juga tidak begitu bau jadi tidak menganggu tetangga. Kan sebenarnya organiknya yang bikin bau. Kalau cuma resido enggak," tambahnya.
Namun sayang, Mareta mengakui bahwa implementasi di masyarakat belum berjalan efektif. Kendati demikian sosialisasi dan edukasi terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tersebut.
Baca Juga: Atasi Masalah Sampah, Pemkab Sleman Wajibkan Seluruh Pegawai Miliki Biopori
"Saya kira masih angin-anginan ya [implementasinya] tapi upaya kami masih terus lakukan edukasi tetep jalan," tegasnya.
Apalagi pada tahun ini juga akan ada bantuan bagi tiap kelurahan senilai Rp100 juta untuk pelatihan sampah organik. Diharapkan setelah alat peraga terdistribusi, semua warga bisa menerapkan pengolahan sampah itu secara mandiri.
Diketahui, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah resmi menutup Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Piyungan mulai Rabu (1/5/2024) kemarin. Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta kini terus melakukan percapatan memaksimalkan program desentralisasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Warisan Leluhur di Tangan Anak Muda: Bagaimana Bantul Bangkitkan Pariwisata Budaya?
-
Bupati Sleman Janji Bonus Atlet Porda 2025 Lebih Besar dari Tahun Lalu
-
Dari Sampah Berubah Berkah: Hotel Tentrem Jogja Sulap Limbah Organik jadi Pupuk Cair
-
Danais DIY Triliunan Sia-Sia? Aliansi Gerakan Nasional Minta UU Keistimewaan Dihapus, Ini Alasannya
-
Diskominfo Sleman Gandeng Polisi Usut Peretasan CCTV Kronggahan Berunsur Provokatif