Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 30 Agustus 2024 | 23:24 WIB
Jumpa pers terkait hasil ekspedisi Karst-Cave Diving yang dilakukan Tim UGM bersama tim peneliti internasional di Banggai Kepulauan dan Banggai Laut, Sulawesi Tengah, di UGM, Jumat (30/8/2024). [Suarajogja.id/Hiskia]

SuaraJogja.id - Tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama sejumlah ahli internasional menggelar Ekspedisi Internasional Banggai Series 1. Ekspedisi ini bertujuan untuk mengeksplorasi kekayaan alam khususnya karst di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah.

Ekspedisi itu dilaksanakan pada tanggal 17 hingga 27 Agustus 2024 kemarin. Hasilnya sejumlah temuan menarik berhasil ditemukan oleh para peneliti tersebut.

Koordinator Ekspedisi, Hendrie Adji Kusworo, sekaligus dosen Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Push Conference. Sebuah inisiatif akademik UGM yang berfokus pada studi karst.

Hendrie menegaskan bahwa ekspedisi ini merupakan langkah awal dari rangkaian penelitian yang akan dilakukan bersama antara para peneliti dari berbagai negara. Hal tersebut sekaligus bukti besarnya minat komunitas ilmiah global untuk mendalami fenomena karst di Indonesia.

Baca Juga: Galang Dana untuk Beasiswa Mahasiswa Tak Mampu, UGM Gelar Trail Run

Lead Operation Officer, Catrapatti Raditya dari Sainsreka Explorasia (SRX) menuturkan dalam ekspedisi ini, tim peneliti menyusuri tiga wilayah utama, yakni Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Banggai Laut.

Wilayah-wilayah ini dikenal memiliki berbagai gua karst yang tersebar di darat maupun laut. Daerah tersebut sangat kaya akan formasi karst, termasuk sungai bawah tanah dan mata air yang muncul di laut.

"Penemuan gua-gua yang tersembunyi di balik karst ini merupakan daya tarik utama yang membuat kami tertarik untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut," kata Raditya, ditemui di UGM, Jumat (30/8/2024).

Salah satu penemuan menarik dalam ekspedisi ini adalah gua yang dinamakan 'Udang Maote'. Nama ini diberikan setelah tim peneliti berdiskusi dengan masyarakat setempat.

Berkaitan dengan cerita tentang fenomena unik di dalam gua tersebut yang mereka sebut sebagai 'White Rain' atau hujan putih. Fenomena ini terjadi ketika penyelam memasuki gua dan merasakan tetesan air putih yang tampak seperti hujan.

Baca Juga: Pratikno Diduga jadi Operator Kerusakan Demokrasi, Paguyuban Kawruh Budaya Nyekar ke Makam UGM

Juswono Budisetiawan dari SRX mengatakan bahwa Kepulauan Banggai memiliki formasi karst yang sangat berbeda dari karst di wilayah lain seperti Kalimantan. Karst yang ada di Banggai lebih tersembunyi di bawah permukaan tanah dan laut.

Kondisi itu membuat eksplorasi menjadi lebih menantang. Sebab diperlukan keterampilan khusus yakni cave diving untuk menysurui karst tersebut.

Salah satu contoh yang diungkap oleh Juswono adalah eksplorasi di cenote, yaitu lubang dengan danau di dalamnya yang sering ditemukan di daerah Mexico. Di Kepulauan Banggai, cenote ini memiliki kedalaman yang signifikan, mencapai 33 meter dari permukaan air.

"Diperlukan peralatan khusus dan penyelam harus ditarik ke permukaan untuk mengurangi beban saat kembali ke atas," ungkap Juswono.

Tim ekspedisi juga berhasil mengungkap fenomena khas cenote yang belum pernah disentuh oleh dunia ilmu pengetahuan sebelumnya. Di salah satu gua karst yang dieksplorasi, ditemukan lapisan H2S (hidrogen sulfida) yang sangat tebal dan jauh melampaui ketebalan biasa yang hanya sekitar 2 meter.

"Di kedalaman sekitar 20 meter, lapisan H2S ini berinteraksi dengan oksigen yang ada di dalam air, membentuk asam sulfat yang sangat korosif," ujar Juswono.

Ekspedisi Internasional Banggai Series 1 ini tidak hanya membuka wawasan baru mengenai kekayaan alam di Kepulauan Banggai. Tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi internasional dalam penelitian ilmiah.

Ekspedisi ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian-penelitian lanjutan yang akan menggali lebih dalam potensi karst di Indonesia dan kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan global.

"Kegiatan ekspedisi, dari titik-titik eksplorasi ini masih sedikit, ini kalau ibarat buku kita baru bisa mengungkap 2 halaman dari 100, banyak hal yang kita rencanakan untuk kembali ke sana dengan planning yang lebih matang kompleksitas lebih, dari sisi alat logistik dan lain-lain dan harapannya makin bisa memberikan timbal balik saintifik yang bisa kita olah dan dikembangkan penelitian atau policy brief dari situ," ujar dia.

Load More