Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 01 Oktober 2024 | 19:20 WIB
pita penggaduh atau polisi tidur yang fenomenal di Jalan Letjen Suprapto, Kota Yogyakarta diambil Selasa (1/10/2024). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]
Penampakan pita penggaduh atau polisi tidur di Jalan Letjen Suprapto, Selasa (1/10/2024). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

Terkait apakah kemudian pita penggaduh itu perlu dievaluasi atau bahkan diganti lagi, disampaikan Arif, pedoman tentang spesifikasi sudah ada. Mengubah ukuran lebih landai pun berpotensi atau bisa dilakukan.

"Sebenarnya kalau spesifikasi di lokasi tersebut ada yang dapat dijadikan pedoman kontraktor dengan tidak mengambil ketebalan maksimal, bisa saja lebih tipis. Kalau kelandaiannya dikurangi efeknya lebih nyaman," tandasnya. 

Mengurangi tingkat ketebalan menjadi salah satu opsi yang bisa diambil. Namun akan berdampak pada efek traffic calming yang akan muncul.

"Jadi kalau mau diperbaiki caranya dikurangi ketebalan dan ditambah kelandaian. Jika terlalu tipis juga efek traffic calming-nya nggak efektif. Jika tidak mungkin diubah karena aspek administratif untuk pemenuhan spesifikasi, bisa ditambahkan rambu yang sesuai," terangnya.

Baca Juga: Viral, Pengendara Motor Ini Kehilangan Spakbor Usai Lindas Polisi Tidur di Jalan Letjen Suprapto Jogja

Dari segi intensitas penerapan pun, Arif mengingatkan harus disesuaikan dengan kelas jalan. Namun di sisi lain, masyarakat perlu ingat tentang tujuan pemasangan pita penggaduh itu.

"Intensitas penerapan juga mesti melihat kelas jalan. Jika terlalu banyak bisa menurunkan kelas pelayanan jalan. Tapi pengguna jalan mesti ingat bahwa tujuan penerapannya saat ini adalah untuk keselamatan mereka," tuturnya.

Kasus Kecelakaan dan Fatalitas Tinggi

Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta, Golkari Made Yulianto mengakui penebalan rumble strips di Jalan Letjen Suprapto itu salah satunya sebagai respons atas tingginya kasus kecelakaan di sana. 

Tidak hanya saat mulai diterapkan satu arah pada tahun 2020 silam saja, kasus kecelakaan dengan fatalitas tinggi itu bahkan sudah tercatat sejak masih berlaku dua arah.

Baca Juga: Dipasang Demi Keselamatan, Rumble Strip di Jalan Letjen Suprapto Jogja justru Diprotes

Salah satu ruas di Kota Jogja yang berfungsi untuk menunjang kawasan Malioboro itu memang ramai dilintasi kendaraan. Berdasarkan data yang dicatat oleh Dishub Kota Jogja, ada peningkatan volume kendaraan ketika akhirnya diterapkan satu arah.

Golkari menuturkan pada saat masih dua arah, volume kendaraan yang melintas di Jalan Letjen Suprapto mencapai 1.595 kendaraan per jam. Jumlah itu meningkat menjadi 1.750 kendaraan per jam ketika diubah menjadi satu arah saja.

"Intinya ada kenaikan volume kendaraan. Ada perubahan kapasitas jalan juga. Pada saat dua arah, kapasitas 2.842 kendaraan. Sementara saat satu sarah menjadi 3.176 kendaraan," ungkap Golkari. 

Selain itu, Golkari menyebut volume capacity (VC) rasio atau perbandingan volume arus lalu lintas yang melintas dengan kapasitas jalan di Jalan Letjen Suprapto ikut berubah. 

"Ketika masih dua arah itu VC rasio mencapai 0,7 sehingga cukup tinggi. Maka sering terjadi antrean yang cukup panjang pada simpang baik itu di Ngabean atau Jlagran sisi utara," ucapnya.

"Kemudian saat ditetapkan satu arah, VC rasio turun walaupun volume kendaraan meningkat. Sehingga pada saat satu arah VC rasio menjadi 0,5 yang ternyata kemudian, karena VC rasio turun artinya kapasitas jalan meningkat itu yang menyebabkan seolah-olah Jalan Suprapto menjadi lengang," tambahnya.

Load More