Menurut dia, spesifikasi pita penggaduh yang berada di Jalan Letjen Suprapto itu berbeda dari beberapa yang dia temui di ruas jalan lain. Selain tidak setinggi itu, jumlahnya pun tak tergolong banyak.
Jika dikurangi satu atau dua gundukan dalam satu titik pun, Andin merasa tidak akan mengurangi kegunaannya. Justru diyakini bakal menambah kenyamanan berkendara.
"Coba dikurangi satu atau dua strip aja mungkin, jadi gak langsung berderet lima gitu apalagi ada beberapa titik, mana tinggi-tinggi lagi," ucapnya.
"Tapi gimana juga tetep balik lagi ke pengendara sih, kalau bisa ya nggak usah ngebutlah. Kasihan yang lain yang mau beraktivitas," imbuhnya.
Analisis Ahli Soal Ketebalan hingga Sarannya
Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM Arif Wismadi membeberkan bahwa pita penggaduh merupakan salah satu intrumen untuk melakukan traffic calming atau membuat pengguna jalan lebih kalem. Dalam hal ini tidak ngebut sesuka hati saat berada di jalan raya.
Di sisi lain, sudah ada beberapa aturan yang bisa menjadi acuan untuk pemasangan pita penggaduh itu. Sehingga bisa diterapkan secara efektif dan tidak mengganggu kenyamanan dalam berkendara bahkan merusak kendaraan.
Standar itu tertuang dalam PM 82 Tahun 2018 Pasal 32, antara lain yang menyebutkan bahwa ketebalan maksimal pita penggaduh adalah 40 (empat puluh) milimeter.
Kemudian jarak pemasangan antar strip paling dekat 500 (lima ratus) milimeter dan paling jauh 5.000 (lima ribu) milimeter. Ditambah dengan kelandaian sisi tepi strip paling besar 15 (lima belas) persen.
"Efek tidak nyaman umumnya karena ketebalan diambil maksimal, jarak antar strip diambil terjauh, dan kelandaian sisi tepi strip diabaikan," ujar Arif.
Pada kasus di Jalan Letjen Suprapto, Arif menilai kontraktor atau pengawas terlalu berfokus pada kesesuaian ketebalan angka maksimal. Terlebih tidak ada gambaran spesifik yang menyebut polisi tidur itu harus dibuat kurang dari angka maksimal yakni 4 cm.
"Sehingga pelaksana dan pengawas memilih aman mengambil angka maksimal, sayangnya mengabaikan kelandaian strip sehingga membuat tidak nyaman," ungkapnya.
"Mesti bisa dicatat bahwa meminimalkan efek getar juga sering menjadikan marka atau pita penggetar diabaikan oleh pengguna jalan yang suka ngebut," imbuhnya.
Jika penyesuaian tidak atau belum bisa dilakukan, Arif mengatakan bisa disiasati dengan hal lain. Salah satunya dengan peningkatan visibilitas di sekitar lokasi.
"Mungkin bisa dilakukan apakah dengan rambu agar pengguna jalan lebih awas dan menjalankan kendaraan lebih pelan seperti yang diharapkan," cetusnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik