Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 03 Oktober 2024 | 15:18 WIB
Permukiman di kawasan Bong Suwung sebelum akhirnya digusur dan dibongkar oleh PT KAI pada Kamis (3/10/2024). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - "...Di balik tembok semuanya gelap, dari balik kegelapan itu terdengar suara berat seorang lelaki".

"anak kecil! Mau apa di sini?" Asal anak kecil kok mencari Mbak Tum...Dalam kegelapan terdengar suara tawa lelaki dan perempuan. Untuk sejenak ia merasa tersinggung, sebenarnya antara tersinggung dan takut. Namun hasratnya untuk mencari mbak Tum kuat sekali..."

Petikan cerita tersebut merupakan nukilan dari cerpen bertajuk Istana Tembok Bolong karya Seno Gumira Ajidarma.

Cerpen yang terbit pada 2016 itu memotret wajah prostitusi di Yogyakarta, tepatnya di kawasan Bong Suwung pada era 1970an melalui sosok Mbak Tum.

Baca Juga: Setelah Bong Suwung, KAI Bakal Sterilisasi Kawasan Emplasement di Daop 6

Ya, wilayah Bong Suwung yang secara administratif terletak di Kecamatan Gedongtengen sejak lama mendapat imej sebagai salah satu kawasan prostitusi di Yogyakarta.

Merunut sejarah, kawasan yang berada di pinggiran rel kereta api tersebut mulanya merupakan areal pekuburan bagi warga Tionghoa.

Di masa Kolonial, areal tersebut sempat dipakai untuk eksekusi para begundal dan penjahat.

Kawasan yang juga dikenal dengan sebutan Ngebong atau Ngeril itu pada era 1970an kondang jadi tempat persamuhan mereka yang ingin melampiaskan hasrat seksual hingga penikmat miras.

warga membongkar rumahnya di Bong Suwung setelah sepakat digusur dan diberikan kompensasi oleh PT KAI, Sabtu (28/9/2024). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

Dikutip dari skripsi Gea Puspita Hapsari bertajuk Komparasi Ruang Kegiatan Prostitusi di Perkotaan Yogyakarta (Studi Kasus: Pasar Kembang, Bong Suwung dan Sekitar Kawasan Terminal Giwangan tahun 2015, aktivitas prostitusi di Ngebong memanfaatkan tenda hingga gubug di pinggir rel kereta api.

Baca Juga: Tenggat Waktu Sterilisasi Selesai, Warga Bong Suwung Sepakat Digusur

Selain sebagai lokasi prostitusi, kawasan Bong Suwung yang jadi tempat berteduhnya para pemukim liar warga miskin kota juga kerap jadi tempat perjudian.

Tak heran bila kemudian kawasan yang dicap sebagai lembah hitam ini membuat sebagian warga di masa itu tak berani melintas ke area tersebut ketika malam datang.

Sasaran Petrus

Sebagai upaya menciptakan ketertiban, ketika Rezim Orde Baru berkuasa muncul kebijakan pemberlakuan Operasi Pemberantasan Keamanan.

Operasi ini ditujukan kepada para preman, gali hingga mereka yang bertato yang dianggap sebagai perusuh dan pengganggu keamanan serta ketertiban.

Operasi yang dilakukan oleh Kopkamtib kala itu memunculkan istilah horor yang dikenal dengan Petrus atau penembakan misterius.

Peristiwa pengadilan jalanan atau eksekusi tanpa pengadilan ini terjadi dalam kurun 1982-1985. Kawasan Bong Suwung menjadi salah satu yang jadi sasaran dalam operasi petrus ini.

Akhirnya Dihilangkan

Selain menumpas para gali yang bersarang di Bong Suwung, dalam perkembangannya muncul rencana Pemkot Yogyakarta untuk membersihkan kawasan yang dicitrakan miring tersebut.

Rencana untuk membersihkan kawasan Bong Suwung bila dirunut sudah mengemuka sejak tahun 2010 silam.

Untuk diketahui, permukiman yang ada di Bong Suwung, berdiri di atas tanah Sultan Ground yang status pengelolaannya diserahkan oleh PJKA kala itu.

Atas nama penataan kawasan pusat perbelanjaan dan wisata kawasan Malioboro seperti yang diatur dalam Perda Provinsi DIY no. 28 tahun 2010 tentang RPJP DIY 2009-2029, PJKA kemudian berupaya untuk membersihkan wilayah yang masuk dalam integral kawasan Malioboro, termasuk di Bong Suwung.

Upaya penggusuran permukiman di Bong Suwung sudah diupayakan sejak 1 Mei 2010. Namun rencana itu gagal lantaran komunitas masyarakat penghuni Bong Suwung melawan dengan mengadukan ke DPRD agar dimediasi dengan PJKA.

Terkini setelah 14 tahun lamanya, Bong Suwung akhirnya dihilangkan.

Perlawanan yang semula alot dari warga Bong Suwung belakangan melunak setelah sepakat dengan kompensasi yang diberikan oleh PT KAI. Sebanyak 75 kepala keluarga pun legowo digusur.

Warga Bong Suwung Kota Yogyakarta tengah menyelesaikan pembongkaran bangunan rumahnya yang berada di kawasan rel kereta api, Selasa (02/10/2024). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

Menurut Manager Humas Daop 6 Yogyakarta Krisbiyantoro, sesuai kesepakatan PT KAI dan penghuni Bong Suwung, warga mendapatkan kompensasi sebesar Rp200 ribu per meter persegi untuk bangunan semi permanen.

Sedangkan untuk bangunan yang permanen mendapatkan kompensasi sebesar Rp 250 ribu per meter persegi. Warga yang tinggal di lahan Kasultanan atau Sultan Ground yang dikelola PT KAI tersebut masih mendapatkan tambahan uang pengganti angkutan sebesar Rp 500 ribu.

"Sampai saat ini kondusif dan [warga bong suwung] sudah datang ke kami, menyatakan setuju untuk menerima uang bantu ganti bongkar dan angkut," papar Manager Humas Daop 6 Yogyakarta, Krisbiyantoro di Yogyakarta, Jumat (27/9/2024).

Ketua Paguyuban Bong Suwung, Joko Nugroho, mengungkapkan warga akhirnya memamg menerima keputusan PT KAI. Meski mereka akhirnya kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal meski sebenarnya tak memiliki surat yang absah untuk tinggal di Bong Suwung.

"Jadi Rabu nanti sudah clear semua seperti yang diputuskan KAI. Untuk pembayaran kedua besok selasa depan," imbuhnya.

Pintu Masuk Stasiun Baru

Usai warga sepakat digusur, Kamis (3/10/2024) pagi, sebanyak 400 petugas PT KAI dibantu pihak keamanan bergerak melakukan sterilisasi sejumlah bangunan liar yang tersisa di Bong Suwung.

Pasca sterilisasi, PT KAI berencana memperluas kawasan Stasiun Yogyakarta. Bahkan ke depan akan dibangun stasiun baru di kawasan Bong Suwung.

"Stasiun yang sekarang akan menjadi pintu gerbang depan, sementara stasiun baru akan berada di atas jalur rel, dengan akses dari utara dan selatan," papar EVP Daop 6 Yogyakarta, Bambang Respationo disela sterilisasi di Stasiun Yogyakarta.

Petugas membongkar bangunan Bong Suwung di Stasiun Yogyakarta, Kamis (3/10/2024). [Kontributor Suarajogja.id/Putu]

Menurut Bambang, tahap pertama pembangunan yang dilakukan pada pengembangan prasarana. Seperti halnya beberapa stasiun diluar Daop 6, stasiun baru nanti akan dibangun dengan konsep concourse atau area terbuka.

Konsep ini sesuai dengan blueprint pengembangan Stasiun Yogyakarta yang merupakan bangunan cagar budaya. PT KAI tidak akan mengubah fasad stasiun yang sudah ada namun menambah luas area emplasemen, termasuk jalur relnya.

Pengembangan stasiun akan dilakukan secepatnya. PT KAI bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).

"Pengembangan stasiun nantinya akan dilakukan oleh pemerintah melalui DJKA. Peron yang ada saat ini sempit, dan itu membahayakan penumpang. Dengan perluasan rel, peron akan diperlebar," jelasnya.

Load More