SuaraJogja.id - Film tidak hanya memberi dampak langsung kepada industri perfilman, tetapi juga memberikan multiplier effect yang signifikan pada ekonomi lokal.
Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif (Ekraf) Dinas Pariwisata DIY Iwan Pramana menyampaikan dari data yang dihimpun oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) subsektor film, animasi dan video merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif di Indonesia.
DIY sebagai salah satu daerah tujuan utama syuting film ikut merasakan dampak itu. Berdasarkan kajian Bekraf, kata Iwan, setiap produksi film skala besar yang mengambil lokasi di DIY dapat menyumbang hingga Rp1-5 miliar dalam bentuk pengeluaran produksi lokal.
Pengeluaran ini berasal dari berbagai sektor yang mendukung produksi, mulai dari akomodasi, transportasi, konsumsi, sewa lokasi serta pembayaran tenaga kerja lokal.
Selain itu, Iwan turut mengungkapkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DIY. Data BPS menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata 10-15 persen dalam kunjungan wisatawan di lokasi-lokasi wisata yang menjadi lokasi syuting film populer.
Sektor-sektor seperti perhotelan, restoran, dan transportasi lokal meraih manfaat langsung dari kru produksi dan wisatawan. BPS memperkirakan bahwa satu produksi film berukuran sedang hingga besar bisa memberikan pendapatan tambahan sekitar Rp500 juta hingga Rp2 miliar bagi sektor-sektor pendukung selama masa syuting berlangsung.
Dipaparkan pula oleh Iwan data studi kasus dari UGM. Dari sana menunjukkan bahwa efek langsung dari satu produksi film yang berlangsung selama 1-2 minggu di Yogyakarta bisa mencapai Rp800 juta hingga Rp1,5 miliar. Jumlah ini mencakup belanja lokal seperti sewa tempat, akomodasi, makan, transportasi, dan keperluan produksi lainnya.
Efek berantai tidak hanya berhenti pada masa produksi saja. Lokasi yang menjadi tempat syuting biasanya menarik wisatawan bahkan bertahun-tahun setelah film dirilis. Studi ini mencatat multiplier effect hingga 1,5 kali lipat dari belanja awal produksi dalam jangka panjang, terutama jika film tersebut populer dan memicu pariwisata.
Memang tidak melulu soal horor yang kemudian diproduksi di Jogja, lokasi-lokasi arus utama yang dinilai ikonik misal Malioboro, Kraton, kawasan candi, Tugu Yogyakarta, desa wisata, pantai serta ada pula studio alam Gamplong di Sleman hampir tak pernah absen menghiasi perfilman Indonesia.
Lokasi-lokasi ini kerap menjadi pilihan sutradara film untuk mengangkat kekayaan budaya dan alam Yogyakarta, yang dianggap sebagai representasi yang kuat ataupun hanya dijadikan latar saja tanpa. Namun apapun itu mengambil lokasi syuting di Jogja akan memberi dampak secara langsung maupun tidak.
"Sektor ekonomi yang terlibat sangat beragam, mulai dari penginapan, transportasi, hingga kuliner. Bahkan desa-desa wisata yang selama ini belum terlalu dikenal, bisa mendapatkan manfaat besar jika film yang disyuting di sana mendapatkan perhatian besar," ujarnya.
Kajian dari lembaga penelitian pariwisata menunjukkan bahwa DIY, dengan seringnya dijadikan lokasi syuting film, memiliki potensi kenaikan pendapatan sekitar Rp20-Rp30 miliar per tahun. Jika kemudian dikombinasikan dengan efek pariwisata yang meningkat, promosi daerah, dan pendapatan dari sektor kreatif.
Lebih dari itu pentingnya promosi melalui film yang dilakukan berbagai daerah. Pasalnya film dapat memberikan efek jangka panjang, bahkan hingga 5-10 tahun setelah perilisan, terutama pada lokasi-lokasi yang menjadi ikon film.
Untuk mendukung perkembangan industri film di Yogyakarta, Dinas Pariwisata DIY selalu terbuka untuk memberikan rekomendasi izin atau tempat kepada para produser film yang ingin syuting di lokasi-lokasi tertentu. Memang tidak ada perizinan khusus, tapi pihak dinas memberikan rekomendasi misal kepada pengelola tempat wisata dan kepolisian setempat untuk kelancaran produksi.
Iwan menambahkan bahwa pada tahun 2023, ada 165 izin produksi film yang dikeluarkan untuk 25 negara yang akan melakukan syuting di Indonesia. Yogyakarta mencatatkan 8 izin produksi film mancanegara yang syuting di kota pelajar ini.
Hal ini menandakan bahwa kota ini menjadi salah satu lokasi favorit bagi produser film, baik lokal maupun internasional.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
ARTJOG 2026 Siap Guncang Yogyakarta, Usung Tema 'Generatio' untuk Seniman Muda
-
Komdigi Tegaskan Pembatasan Game Online Destruktif, Gandeng Kampus dan Industri Optimasi AI
-
Anak Kos Jogja Merapat! Saldo DANA Kaget Rp 299 Ribu Siap Bikin Akhir Bulan Aman, Sikat 4 Link Ini!
-
Kabel Semrawut Bikin Jengkel, Pemkab Sleman Ancam Stop Izin Tiang Baru dari Provider
-
Geger! Rusa Timor Berkeliaran di Sleman, Warga Panik Cari Pemilik Satwa Liar yang Lepas