Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 16 Desember 2024 | 18:54 WIB
Stigma Sosial Masih Jadi Momok, Dinkes Kota Yogyakarta Dorong ODHIV Lakukan Pengobatan

SuaraJogja.id - Stigma sosial masih menjadi salah satu momok bagi orang dengan HIV (ODHIV) untuk melakukan pengobatan. Di satu sisi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta terus berupaya untuk melakukan pencegahan terhadap penularan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) serta Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) itu.

Kepala Dinkes Kota Yogyakarta Emma Rahmi Aryani membeberkan dari data yang ada tercatat sejak tahun 2004 hingga 2024 kasus HIV kumulatif telah mencapai 1.675 orang. Sementara untuk kasus AIDS kumulatif sejumlah 329 orang. 

Kemudian untuk periode bulan Januari sampai September 2024 terdapat 92 kasus HIV dan 24 kasus AIDS di Kota Yogyakarta. Disampaikan Emma, pengobatan menjadi penting bagi penderita mengingat penyebaran virus itu yang menyerang sistem kekebalan tubuh.

"Untuk mengendalikan jumlah virus HIV dan meningkatkan kualitas hidup, penderita HIV harus segera mendapatkan pengobatan berupa terapi antiretroviral (ARV)," kata Emma, dalam keterangannya, Senin (16/12/2024).

Baca Juga: Wujudkan Masyarakat yang Lebih Sehat, Smartfren dan Yayasan Buddha Tzu Chi Gelar Pengobatan Gratis di Kulon Progo

Disampaikan Emma, virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan penderitanya menjadi rentan terhadap infeksi dan penyakit lainnya. Pihaknya sendiri telah menyiapkan pengobatan di seluruh puskesmas yang ada.

"Pemkot menyediakan ARV yang bisa diakses secara gratis di 18 Puskesmas," imbuhnya.

Sementara itu Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu mengatakan berdasarkan data dari 18 puskesmas dan 14 rumah sakit di Kota Yogya terdapat 2.022 ODHIV. Adapun penderita yang mengakses ARV baru 54 persen saja dari target 95 persen.

Stigma masyarakat luas terhadap ODHIV itu yang ditengarai menjadi salah satu faktor penderita masih ragu melakukan pengobatan. Ada pula yang masih melakukan penyangkalan terhadap kondisinya.

"Cakupannya baru setengah dari sasaran, tidak sedikit ODHIV yang kalau belum ada gejala, masih stadium 1 atau 2 belum mau minum obat," tandasnya.

Baca Juga: Status Pandemi Dicabut, Sultan Sebut Biaya Pasien Covid-19 Ditanggung Pemerintah

"Masih menyangkal dan takut dengan stigma sosial. Inilah kenapa edukasi dan promosi kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan terus dilakukan, termasuk deteksi dini bagi kelompok berisiko," imbuhnya.

Disampaikan Endang, secara medis HIV bisa diselesaikan dengan obat. Namun tantangan yang lebih besar berada di aspek sosiokultural masyarakat. 

Itulah kenapa diperlukan juga dukungan dari masyarakat di sekitar ODHIV ikut mendorong mereka mengakses terapi ARV. Hal yang paling mendasar adalah pehamaman tentang imbauan untuk menjauhi virusnya bukan penderitanya.

"Kalau memang melakukan aktivitas berisiko silakan lakukan VCT atau voluntary counseling and testing di pukesmas maupun rumah sakit. Ketika hasilnya reaktif, harus langsung konsumsi ARV. Semakin cepat HIV dideteksi, maka harapan hidup sehat dan produktif bagi ODHIV bisa semakin tinggi," ucapnya.

"Di semua puskesmas dan rumah sakit Kota Yogya juga dilakukan test wajib bagi ibu hamil, sebagai langkah penting mencegah penularan HIV pada janin," sambungnya.

Program dengan mengacu prinsip ABCDE pun senantiasa digencarkan. Milai dari Abstinence atau tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, Be Faithful yakni saling setia pada satu pasangan.

Kemudian, Condom digunakan setiap kali berhubungan seks, lalu Drug No menghindari penggunaan narkoba. Serta Education, untuk mengakses informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya.

Load More