Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 04 Januari 2025 | 16:06 WIB
Kandang ternak sapi di salah satu wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (ANTARA/Hery Sidik)

SuaraJogja.id - Wabah Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) kembali merebak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) setelah dua tahun berlalu sejak kasus terakhir muncul. Pemerintah dinilai lengah dalam mencegah kemunculan kembali wabah ini, yang sebelumnya sudah menjadi perhatian nasional. Satgas Penanganan PMK yang sempat vakum selama dua tahun kini kembali diaktifkan untuk menangani penyebaran virus yang semakin meluas.

Ketua Satgas Penanganan PMK UGM sekaligus Wakil Dekan Bidang Kerja Sama Fakultas Peternakan UGM Aris Haryanto, menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya belum sepenuhnya bebas dari PMK. Penanganan wabah memerlukan langkah panjang dan sistematis, terutama dalam hal vaksinasi.

"Setelah vaksin diberikan, harus dilakukan pengulangan vaksinasi setiap enam bulan. Sistem antibodi hewan akan menurun setelah periode tersebut, sehingga jika refaksinasi tidak dilakukan, hewan-hewan bisa kembali terinfeksi," ujar Prof. Aris. 

Ia menambahkan, hewan yang pernah terpapar dua tahun lalu juga berisiko tinggi kembali terinfeksi jika tidak divaksinasi ulang. Vaksinasi ini bertujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan hewan ternak ini. 

Baca Juga: DKPP Bantul: Sebanyak 11 Sapi Mati Akibat Penyakit Mulut dan Kuku

Menurut Prof. Aris, langkah awal yang harus dilakukan adalah merespons laporan peternak secara cepat. Hewan yang sakit harus segera dipisahkan dari yang sehat, diterapi, dan dilakukan biosecurity di area kandang. Hewan sehat di sekitar lokasi wabah juga perlu segera divaksinasi.

Indonesia sebenarnya sudah mampu memproduksi vaksin PMK, tetapi kapasitas produksi masih terbatas. Untuk DIY, distribusi vaksin dilakukan oleh pemerintah pusat. Dan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dirjen Peternakan, dokter hewan di DIY, dan PDHI pusat. 

"Jika diperlukan, mahasiswa dari kampus UGM siap diterjunkan untuk membantu mempercepat proses vaksinasi," jelasnya.

Meski demikian, ia mengakui bahwa pelaksanaan biosecurity di kalangan peternak tradisional cukup sulit. Selama ini, peternak tradisional sering kali kurang memahami pentingnya sterilisasi. Mereka bisa saja menangani hewan sakit, lalu bertemu dengan tetangga tanpa disinfeksi.

" Ini meningkatkan risiko penyebaran virus. Edukasi dan sosialisasi kepada peternak tradisional menjadi sangat penting untuk mempercepat penanganan wabah, "tambahnya.

Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara UGM Puji Dalil Kuat Empat Mahasiswa Penggugat Presidential Threshold

Antisipasi dan Pencegahan Meluasnya Wabah

Selain vaksinasi, pemerintah juga diharapkan sigap menangani hewan yang terinfeksi dengan memberikan terapi, seperti obat anti-radang dan antibiotik. Biosecurity di sekitar kandang, seperti penyemprotan disinfektan secara rutin, harus dilakukan.

"Orang yang keluar masuk kandang juga harus steril. Hewan yang terinfeksi harus diisolasi, dan pemerintah perlu membatasi lalu lintas hewan serta manusia dari wilayah terdampak ke wilayah bebas PMK," tegasnya.

Meski DIY menghadapi tantangan dalam pelaksanaan biosecurity di peternakan tradisional, Satgas PMK bersama Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan 300 dokter hewan dari Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) siap terlibat aktif dalam upaya penanganan ini. Pemerintah pun diimbau untuk memastikan ketersediaan vaksin guna mendukung pelaksanaan vaksinasi massal secara bertahap.

Dengan langkah-langkah terpadu ini, diharapkan wabah PMK di DIY dapat segera terkendali, sehingga kerugian yang dialami para peternak bisa diminimalkan.

Kontributor : Julianto

Load More