Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 12 Februari 2025 | 12:55 WIB
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan maklumat sekaligus penentuan awal Ramadan. [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan Ramadan 1446 H dan Syawal 1446 H di kantor PP Muhammadiyah, Rabu (12/2/2025). Berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1 Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu Pahing, 1 Maret 2025. 

Sedangkan 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin Pahing, 31 Maret 2025. Untuk 1 Zulhijah 1446 H jatuh pada Rabu Kliwon,28 Mei 2025 dan Idul Adha jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam maklumatnya mengungkapkan, mungkin akan ada perbedaan penetapan Ramadan, 1 Syawal ataupun Idul Adha dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah. Namun, Muhammadiyah mengedepankan sikap tasamuh (toleransi-red) atas perbedaan tersebut. 

"Seperti yang sering kita alami, perbedaan ini adalah hal biasa. Saya yakin kita semakin matang dan dewasa dalam menyikapi perbedaan. Akan lebih baik jika kita berfokus pada substansi dan hikmah dari ibadah tersebut, daripada memperbesar perbedaan," tandasnya.

Baca Juga: Bukan Libur, Dewan Pendidikan DIY Usul Sekolah Sesuaikan Jadwal dengan Ramadan

Dalam menyambut Ramadan, Haedar mengajak kaum Muslimin yang menjalankan ibadah puasa sebagai proses pencerahan jiwa, pikiran, dan tindakan. Setelah menjalani ibadah puasa dan ibadah lainnya, umat muslim harus menjadi pribadi yang lebih baik.

Umat muslim pun diharapkan memiliki jiwa yang hanif (lurus-red), tulus, dan bersih dalam menghadapi berbagai persoalan. Dalam pemikiran dan tindakan, umat harus membawa manfaat dan maslahat. 

Begitu pula sebagai umat beragama, baik secara individu maupun kolektif, mereka harus menjadi uswah hasanah (teladan yang baik-red) dalam perkataan dan perbuatan. Apalagi Islam mengajarkan di tengah perbedaan agama, suku, ras, golongan, dan mungkin juga orientasi politik, umat tetap harus menjadi teladan dalam merawat kebersamaan dan kemajemukan. 

"Namun, kemajemukan ini harus bermakna dan membawa bangsa ini semakin maju, lebih baik, serta berperadaban tinggi," ujarnya.

Elite bangsa ikut berhemat

Baca Juga: Pro Kontra Makan Bergizi Gratis dari Dana Zakat, Muhammadiyah Beri Tanggapan Tegas

Di tengah program efisiensi anggaran di tingkat nasional, Muhammadiyah juga mengimbau dengan rendah hati agar warga dan elite bangsa mengambil hikmah dari puasa. Puasa mengajarkan umat menahan lapar dari pagi hingga magrib.

Hal itu seharusnya membuat para elite juga ikut hidup lebih hemat, tidak boros. Selain itu mampu membedakan antara kebutuhan, kepentingan, dan keinginan. Elite bangsa, termasuk elite di Muhammadiyah pun mestinya menjadikan puasa harus menjadi momentum untuk introspeksi. 

Elite bangsa harus menghindari sikap hidup berlebihan, arogansi, dan tindakan yang tidak patut dicontoh oleh rakyat. Lebih dari itu, mereka harus menjadi role model dalam kepemimpinan.

"Apakah kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan amanah rakyat? Setelah pemilu dan pilkada, apakah kita benar-benar menjadi representasi rakyat yang memiliki nilai spiritual tinggi, menjaga amanah dengan baik, dan berorientasi pada kepentingan bangsa serta negara, bukan kepentingan pribadi dan kelompok?," tandasnya.

Selain memiliki keterampilan pragmatis dalam kehidupan, seorang pemimpin harus memiliki ilmu dan hikmah. Bahkan dalam demokrasi, Pancasila mengajarkan sila keempat Pancasila. 

Sebab demokrasi membutuhkan hikmah dan kebijaksanaan. Karenanya para pemimpin bangsa harus memiliki wawasan dan kebijaksanaan agar dapat membimbing rakyat serta membawa negara ini ke arah yang benar dan sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.

"Puasa mengajarkan refleksi diri bagi setiap tokoh dan elite bangsa. Seperti yang dikatakan oleh Mr. Supomo (pahlawan nasional Indonesia-red), membangun Indonesia bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang jiwa. Jiwa itu terletak pada hikmah dan ilmu para pemimpin bangsa," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More