SuaraJogja.id - Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada melakukan analisis terhadap peta koalisi pemenang Pilkada pada 545 daerah.
Hasilnya, sebagian besar daerah menunjukkan pola pemenangan yang sudah bisa diprediksi bahkan sebelum pemilihan berlangsung.
Akhmad Fadillah, mahasiswa Fisipol UGM yang melakukan penelitian menyebutkan, hanya 131 dari 545 daerah yang mengalami kontestasi kompetitif pada Pilkada Serentak 2024.
“Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa hanya 24,04% daerah yang mengalami kontestasi kompetitif, sementara lebih dari 75% daerah memiliki pemenang yang sudah dapat diprediksi sejak pra-pemilihan,” ujar Fadil, dikutip dari situs UGM, Sabtu (8/3/2025).
Baca Juga: Gelombang PHK Meledak, Respons Minim Pemerintah dan Potensi Peningkatan Angka Pengangguran
Dari hasil survei ini menunjukkan bahwa tingkat kompetisi dalam Pilkada tidak lagi ideal sebagai wadah untuk bertukar gagasan dan ide.
“Dikhawatirkan, justru pemilihan hanya diperlakukan sebagai formalitas dalam distribusi kekuasaan,” ujarnya.
Berdasarkan peta koalisi, pemenang Pilkada didominasi oleh kelompok koalisi besar dengan partai mayoritas di dalamnya.
Kelompok ini terbentuk di 239 daerah atau 43,85% dari total daerah pelaksanaan Pilkada. Selanjutnya 133 daerah atau 24,40% merupakan Surplus Majority Coalition yang secara sederhana memiliki kekuasaan besar dalam legislatif.
Sedangkan sisanya adalah Grand Coalition sebanyak 7,34% atau 40 daerah yang merupakan koalisi besar partai pemenang.
Baca Juga: Viral Keluhan PKL di Trotoar UGM, Satpol PP Sleman: Tunggu Keputusan UGM
Dominasi koalisi besar ini menjadi menciptakan ruang kompetisi yang sempit karena lawan kontestasi yang terlalu kuat bagi partai ataupun koalisi kecil lainnya.
“Tentunya ini sangat mengurangi esensi demokrasi, karena demokrasi yang baik adalah predictable procedures dan unpredictable results. Tapi kita sudah bisa memprediksi pemenang di pra pemilihan,” jelas Fadil.
Fenomena ini disebut sebagai Uncontested Election yakni situasi di mana hanya pemain-pemain besar saja yang mendapat kesempatan pemenangan.
Dampaknya, akan terjadi pemusatan kekuasaan pada elite politik tertentu sehingga aspirasi dari perwakilan publik lainnya tidak dapat diakomodasi.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintah, Alfath Bagus Panuntun mengungkap, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Indonesia semakin marak dikendalikan oleh faktor pragmatis dibanding demokrasi.
Salah satunya adalah mahalnya biaya politik, sehingga tidak semua kalangan memiliki kesempatan yang sama untuk terjun di dalamnya.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Kecam Pernyataan Ahmad Dhani Soal Naturalisasi, Dosen Filsafat UGM: Misoginis hingga Diskriminatif
-
Soal Ceramah Anies Disindir Raja Juli Antoni, Takmir Maskam UGM: Bagian Membangun Nalar Kritis di Masjid
-
Pelestarian Naskah Kuno Ikut Terdampak Efisiensi Anggaran, Pakar Kearsipan UGM Dorong Keseriusan Pemerintah
Terpopuler
- 3 Tempat Netral yang Lebih Cocok Jadi Tuan Rumah Round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Drawing Round 4 Kualifikasi Piala Dunia: Timnas Indonesia Masuk Pot 3, Siapa Lawannya?
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Berdesain Mewah: Harga Mulai Rp 60 Jutaan
- Striker Langganan STY Tak Dipanggil Patrick Kluiver Berakhir Main Tarkam
- 5 Mobil Bekas buat Touring: Nyaman Dalam Kabin Lapang, Tangguh Bawa Banyak Orang
Pilihan
-
Timnas Indonesia Dilumat Jepang, Media Korsel: Penak Jaman STY Toh?
-
Update Ranking FIFA Timnas Indonesia, Turun Usai Dibantai Jepang!
-
4 Motor Baru QJMotor Meluncur Sekaligus Minggu Ini di Indonesia, Ada Pesaing Yamaha Aerox?
-
Eksklusif dari Jepang: Tifo Suporter Timnas Indonesia Banjir Tepuk Tangan
-
Perang Harga Mobil di China, Geely Ungkit Kasus Tangki Bensin Bermasalah BYD
Terkini
-
Dikritik Seknas Fitra, Jogja Usulkan Pengembangan Empat Kampung Nelayan Merah Putih
-
Helm Jatuh Picu Tabrakan di Sleman, Ini Tips Aman Berkendara di Situasi Ramai
-
BSU Efektif Dongkrak Ekonomi? Ekonom UGM Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Dampak Jangka Panjang
-
PSIM Liga 1, Sultan Izinkan Stadion Maguwoharjo jadi Homebase
-
Sidang Ijazah Palsu Jokowi: Mediasi Berjalan, UGM Tolak Mentah-Mentah Serahkan Ijazah?