Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 18 Maret 2025 | 18:21 WIB
Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar aksi 'Tolak Revisi UU TNI' di Balairung UGM, Selasa (18/3/2025). [Hiskia/Suarajogja.id]

Secara substantif, kata Munjid, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI menyebutkan perluasaan posisi jabatan yang dimungkinkan bagi anggota TNI aktif.

Termasuk posisi yang memasuki ranah peradilan, tidak mencerminkan prinsip dasar supremasi sipil yakni Pasal 47 RUU TNI.

"Jelas, draft revisi UU TNI tersebut justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas/kekebalan hukum anggota TNI," ungkapnya.

"Kami merasakan bahwa, usulan revisi UU TNI tak hanya kemunduran dalam berdemokrasi, melainkan juga merusak tatanan agenda reformasi TNI," tambahnya.

Baca Juga: Jerat Hukum Menanti Pengkritik RUU TNI: Pakar Hukum Soroti Ancaman Kriminalisasi Masyarakat Sipil

Menarik kembali peran TNI ke dalam jabatan kekuasaan sosial, politik, dan ekonomi justru akan semakin menjauhkan TNI dari profesionalisme yang diharapkan.

Hal itu bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis dan akan membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa Orde Baru.

Oleh karena itu, sivitas akademika UGM menyampaikan lima poin penting yang perlu diperhatikan pemerintah.

Pertama menuntut pemerintah dan DPR membatalkan revisi UU TNI yang tidak transparan, terburu-buru, dan mengabaikan suara publik karena hal tersebut merupakan kejahatan konstitusi.

Kedua menuntut Pemerintah dan DPR untuk menjunjung tinggi konstitusi dan tidak mengkhianati Agenda Reformasi dengan menjaga prinsip supremasi sipil dan kesetaraan di muka hukum, serta menolak dwifungsi TNI/Polri.

Baca Juga: Kronologi Siswa SD di Sleman Terkena Mercon, Dilarikan ke Rumah Sakit dengan Luka Mengerikan

Ketiga menuntut TNI/Polri, sebagai alat negara, melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik.

Load More