Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 09 April 2025 | 10:59 WIB
Sapi-sapi memakan rumput. (Pixabay)

Kedua pemeriksaan spesimen pada suspek bergejala, selanjutnya edukasi masyarakat tentang risiko penularan dan penanganannya dan pemantauan selama dua kali masa inkubasi (maksimal 60 hari) untuk deteksi dini kasus baru dan Pemberian profilaksis (obat pencegahan) dan pengawasan konsumsi obat bagi populasi rentan.

Ilustrasi sapi yang sehat dan bisa terkena antraks. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul kemudian menetapkan wilayah zona merah dan kuning untuk penanganan prioritas. (Pixabay)

Dinas Kesehatan juga telah berkoordinasi lintas sektor dengan Dinas Peternakan, pemerintah kapanewon, dan pihak kalurahan dalam penanganan menyeluruh.

Menurutnya, Wabah antraks ini menjadi peringatan penting bagi warga agar tidak menyembelih atau mengonsumsi daging dari ternak yang mati mendadak.

"Pemerintah daerah berharap masyarakat lebih waspada dan mematuhi imbauan agar wabah tidak meluas," ujarnya.

Baca Juga: Zona Merah Antraks di Gunungkidul, Daging Ilegal Beredar? Waspada

Sebelumnya dalam salah satu kasus, seekor sapi disembelih di kandang lalu dagingnya dipikul sejauh satu kilometer, sehingga diduga menyebabkan penyebaran spora antraks di lingkungan sekitar.

Dari beberapa sampel yang dikirim ke Balai Besar Veteriner (BBVet), hasilnya positif antraks.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul kemudian menetapkan wilayah zona merah dan kuning untuk penanganan prioritas.

Tindakan pengobatan telah dilakukan sejak bulan puasa lalu dengan melibatkan 19 tim medis.

Pekan depan, tepatnya mulai 15 April, Dinas Peternakan akan melaksanakan vaksinasi massal pada ternak di wilayah terdampak.

Baca Juga: Gunungkidul Sepi Mudik? Penurunan sampai 20 Persen, Ini Penyebabnya

"Kami sudah turun ke lapangan bersama Kepala BBVet dan tim dari provinsi. Ini upaya untuk mencegah penyebaran lebih lanjut," kata Wibawanti.

Load More