Saat ini, selain menjadi pekerja tetap, dia tetap meluangkan waktu jika ada undangan workshop atau pengenalan budaya. Mengajar wayang kepada anak-anak luar kota yang datang ke Jogja.
"Lebih pengennya sih ke anak-anak karena lebih jangka waktu lebih panjang," ucapnya, berharap suatu hari kelak, ada di antara mereka yang makin tertarik dan kemudian ikut tergerak itu menjaga budaya itu.
Kini, di sela pekerjaan tetapnya yang padat, Rahma tetap menyisihkan waktu untuk proyek-proyek kecil, seperti workshop atau pentas pendek.
Rahma bilang bahwa pertunjukan wayang kini belum seramai dulu sebelum pandemi Covid-19. Ia mengenang masa ketika ayahnya, yang juga seorang dalang, bisa tampil tiga hingga empat kali dalam sebulan setiap akhir pekan.
Baca Juga: Lestarikan Tradisi, Pentas Wayang Dies Natalis Fakultas Filsafat Tampilkan Dalang Mahasiswa
Tak yakin situasi yang belum sepenuhnya kembali normal atau mungkin memang era itu sudah bergeser. Walaupun memang, dia menambahkan, pertunjukan wayang saat ini masih sesekali ditemukan di daerah-daerah seperti Gunungkidul atau Bantul, terutama dalam rangkaian acara tradisional seperti bersih desa.
Lakon-lakon andalannya yakni Wahyu Cakraningrat, Anoman Duta, dan Wahyu Purbo Sejati. Setidaknya pada lakon-lakon itu, dia sudah hafal di luar kepala, meski belum berani mengimprovisasi lebih jauh seperti sang ayah.
Dia bersyukur sudah lebih dari 20 tahun sejak Rahma pertama kali menyentuh wayang sebagai dalang cilik tapi tak ada suara miring tentang kehadiran suara perempuan dalam posisi dalang. Sambutan yang datang justru cukup positif.
"Sejauh ini enggak sih, malah justru yang warga-warga di daerah itu antusias, apalagi anak-anak, 'oh, dalange wedok lho' gitu. Walaupun ya ndak sebagus dalang cowok, karena kan dari segi stamina, terus kayak gerakan," ucapnya.
Satu hal pasti, semangatnya untuk tetap melestarikan budaya tak pernah surut. Ia ingin wayang tetap hidup bukan sebagai kenangan masa lalu, tapi sebagai cerita yang terus tumbuh bersama waktu.
Ia memang bukan dalang biasa. Di usia 29 tahun, ia termasuk langka, bagaimana tidak, seorang perempuan yang tetap memilih menekuni dunia pedalangan di tengah riuhnya zaman yang makin asing dengan seni tradisi.
Berita Terkait
-
Hari Kartini: Holding UMi BRI Ciptakan Ekonomi Inklusif dan Kesetaraan Gender
-
Hidupkan Semangat Kartini, Ini Cara Pertamina Berdayakan Ribuan Perempuan Bangun Ekonomi Bangsa
-
Melalui Mekaar, Holding Ultra Mikro BRI Komitmen Berdayakan Perempuan Prasejahtera
-
Kecam Keras Aksi Kekerasan Seksual di Ruang Publik, Golkar Desak UU TPKS Diberlakukan
-
Semangat Kartini di Balik MS Glow Aesthetic Clinic: Ruang Aman dan Istimewa untuk Perempuan
Terpopuler
- Alumni UGM Speak Up, Mudah Bagi Kampus Buktikan Keaslian Ijazah Jokowi: Ada Surat Khusus
- 3 Klub Diprediksi Jadi Labuhan Baru Stefano Cugurra di BRI Liga 1 Musim Depan
- HP Murah Itel A90 Lolos Sertifikasi di Indonesia: Usung RAM 12 GB, Desain Mirip iPhone
- Paula Verhoeven Positif HIV sebelum Menikah dengan Baim Wong?
- Akal Bulus Demi Raih Piala Asia U-17 2025: Arab Saudi Main dengan '12 Pemain'?
Pilihan
-
Rafael Struick Ditendang vs Adelaide United, Brisbane Roar Kini Diamuk Netizen Indonesia
-
Tak Hanya Barang Bajakan dan QRIS, AS Juga Protes Soal UU Produk Halal RI
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Lancar Main FF, Terbaik April 2025
-
Polres Sukoharjo Ungkap Kasus Peredaran Narkoba, Dua Residivis Kembali Diamankan
-
Ambisi RI Jadi Raja Baterai EV Global Terancam: Mundurnya Raksasa LG Jadi Pukulan Telak Buat Prabowo
Terkini
-
Dosen Asal Semarang Tewas Bersimbah Darah di Kamar Kos Sleman, Ini Kata Polisi
-
Komitmen BRI Holding Mikro Untuk Kesejahteraan Gender, 14,4 Juta Pengusaha Dapat Dukungan
-
Haedar Nashir Berharap Pengganti Paus Fransiskus Bisa Suarakan Perdamaian di Gaza
-
Disomasi, Produsen Anggur Orang Tua Resmi Hentikan dan Tarik Peredaran Miras Label Kaliurang
-
Kisah Eny, Kartini Masa Kini yang Pantang Menyerah Berdayakan Pengusaha Mikro