- Tentrem Lestari, Kepala SMAN 1 Galur, berdedikasi tinggi mengajar di sekolah pinggiran Yogyakarta sejak 1998.
- Ia berhasil meningkatkan prestasi siswa dan jumlah pendaftar kuliah melalui inisiatif seperti mengadakan edu expo.
- Meskipun mengalami kehilangan suami dan putra, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah dengan penuh amanah.
SuaraJogja.id - Di sebuah sekolah pinggiran, jauh dari hiruk-pikuk pusat kota Yogyakarta, seorang perempuan usia 53 tahun masih memegang teguh satu tekad yang telah tumbuh bersamanya sejak kecil: menjadi guru.
Sosok itu adalah Tentrem Lestari, Kepala SMA Negeri 1 Galur. Bagi banyak orang, profesi hanya sekadar pekerjaan.
Namun bagi Tentrem, profesinya sebagai guru adalah bagian dari napas hidup. Sesuatu yang ia perjuangkan sejak masa ketika ia masih kecil dan hidup dalam keterbatasan.
Benih yang Tumbuh dari Desa
Tentrem tumbuh di lingkungan pedesaan wilayah Godean, Sleman yang masih sangat sederhana pada masa 1970-an. Di kala itu, guru masih dianggap sebagai figur yang penuh wibawa dan dihormati masyarakat.
Kesadaran itulah yang mendasari mimpi Tentrem untuk menjadi pendidik.
"Itu memang saya itu sejak kecil gitu ya, pengen jadi guru," kata Tentrem saat dihubungi SuaraJogja.id, Selasa (25/11/2025).
Tentrem bercerita bagaimana guru SD-nya kala itu, meskipun dikenal galak, justru menjadi tokoh yang ia idolakan. Pendekatan sang guru pada murid-muridnya membuat Tentrem kecil jatuh hati pada dunia pendidikan.
"Guru SD saya itu galak, tapi itu kan anak-anak suka gitu loh. Bagaimana dia itu pendekatan kepada anak itu bagus dari sana saya gitu terinspirasi pengen jadi guru," ungkapnya.
Baca Juga: Terinspirasi Pendidikan Victoria, Sekolah di Kulon Progo Disambangi Gubernur Margaret Gardner
Namun perjalanan Tentrem tak mulus begitu saja. Ia lahir tujuh hari setelah ayahnya meninggal. Ibunya, seorang buruh tani, membesarkan empat anak seorang diri.
Kondisi itu menanamkan pandangan tentang hidup yang keras namun harus diperjuangkan. Motivasi Tentrem untuk memperbaiki kehidupan pun makin besar.
Ia mengaku tumbuh dengan tekad untuk memutus rantai kemiskinan yang menghimpit keluarganya. Baginya, pendidikan adalah satu-satunya jalan keluar.
"Aku punya tekad itu, jangan sampai saya seperti posisi keluarga saya, karena ibu saya itu buruh tani. Saya buktikan bahwa saya itu meski dari orang tua buruh. Makanya saya waktu itu bertekad bulat," tuturnya.
Meski ibunya khawatir tak mampu membiayai kuliah, Tentrem tak gentar. Ia tetap melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) atau setara SMA kala itu. Setelah itu kemudian memutuskan untuk kuliah di UNY, bekerja keras sembari menunggu beasiswa.
Sang ibu sebenarnya tak memperbolehkan Tentrem untuk kuliah karena tak mampu untuk membiayai pendidikan anaknya.
"Sebetulnya tidak boleh kuliah tetapi saya tekat bulat. Aku ra wedi rekoso [aku tidak takut susah]. Inti saya seperti itu. Sepenting ora colong jupuk. Saya ikut orang tua, ikut buruh tani di sawah. Enggak masalah gitu," tegasnya.
"Ketika ada kemauan di situ ada jalan. Saya yakin itu," imbuhnya.
Mengabdi di Sekolah Pinggiran
Sejak menerima SK CPNS tahun 1998, Tentrem ditempatkan di SMA 1 Galur. Sekolah kecil di ujung Kulon Progo itu menjadi tempat ia berlabuh selama 18 tahun sebelum sempat dipindah ke SMA 1 Kalibawang, lalu kembali lagi sebagai kepala sekolah pada akhir 2023.
Ia bercerita tentang tantangan mengajar di wilayah yang input atau nilai siswanya berada di bawah sekolah-sekolah favorit lain. Namun bagi Tentrem, kondisi itu justru membuat semangatnya menyala.
"Input tertinggi kami itu bukan terendahnya sekolah favorit, itu tantangan yang cukup berat," ujarnya.
Galur mungkin tidak memikat banyak orang, tetapi bagi Tentrem sekolah itu adalah rumah perjuangan. Ia ingin mengangkat martabatnya hingga membuatnya diakui setara.
"Karena Galur itu sekolah sejak saya menjadi guru, saya merasa, rasa memiliki Galur saya itu termasuknya besar, piye carane Galur bisa dianggap setara," tambahnya.
Hasilnya mulai tampak. Prestasi siswa di level antar sekolah yang sebelumnya hanya lima pada 2023, meningkat menjadi sembilan pada 2024. Tahun ini, meningkat drastis menjadi 26 prestasi.
Mengubah Cara Pandang Orang Tua
Salah satu tantangan terbesar di sekolah pinggiran adalah motivasi. Banyak orang tua yang menganggap cukup jika anak mereka bisa bekerja di toko, pabrik, atau sektor informal setelah lulus SMA.
Sementara bangku kuliah adalah mimpi jauh, yang kadang malah tak ada di masyarakat pedesaan.
Berangkat dari hal itu Tentrem menginisiasi edu expo pertama di sekolah tersebut, mengundang sedikitnya 32 perguruan tinggi negeri dan swasta. Sosialisasi dilakukan tidak hanya kepada anak tapi juga kepada orang tua.
Perubahan pun kembali mulai terlihat. Jika pada 2022 hanya dua siswa yang lolos PTN, tahun terakhir kemarin jumlah siswa yang kuliah baik negeri maupun swasta mencapai 33 anak. Angka yang bagi Tentrem menjadi bukti bahwa perubahan mimpi bisa dimulai dari pintu sekolah kecil.
"Kemudian angkatan terakhir kemarin itu yang di negeri sudah cukup banyak. Ada total itu yang negeri ke swasta. 33 anak itu sudah bagus buat kami. Itu sudah prestasi. Artinya dengan sekolah pinggiran," ungkapnya.
Luka yang Disembunyikan
Dalam perjalanan panjang pengabdiannya, Tentrem menyimpan kisah duka yang tak banyak dibagikan kepada sejawatnya maupun siswa di sekolah.
Hanya dalam satu tahun tiga bulan, ia kehilangan suami dan putranya. Meski sedang mengalami kehilangan besar, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah.
"Saya itu satu tahun tiga bulan, kehilangan suami dan anak," tuturnya.
Anaknya meninggal pada 30 Juni 2024 lalu setelah menjalani perawatan selama 12 hari di rumah sakit. Ia harus bolak-balik ke rumah sakit, rumah dan sekolah selama periode itu.
"Malah tidak ada yang tahu sekolah itu, kalau anak saya itu di rumah sakit 12 hari," ucapnya.
Sebagai kepala sekolah baru saat itu, ia bertekad untuk selalu hadir di sekolah. Namun tak meninggalkan begitu saja tugas sebagai seorang ibu.
"Saya setiap pagi itu berangkat ke sekolah dari rumah sakit. Karena saya kan nunggunya setelah pulang. Dari pulang sekolah, saya langsung ke rumah sakit, pagi itu nanti pulang ke rumah, ganti baju, langsung ke sekolah. Pulang ke rumah sakit lagi, malam di rumah sakit, pagi ke sekolah lagi," ungkapnya.
Kemudian sang suami belum ada hitungan 100 hari juga telah menyusul sang anak dan meninggalkan Tentrem. Dia pun mengaku sempat berada di sekolah sebelum ajal menjemput sang suami.
"Jadi suami saya pulang dari rumah sakit. Setelah dzuhur, saya ada tugas di sekolah itu belum selesai. Saya merasa suami saya itu sehat. Akhirnya, pulang ke rumah dengan anak saya, dari rumah sakit, saya langsung ke sekolah," tandasnya.
"Bayangan saya, wong wes sehat, akhirnya walaupun minggu, walaupun posisi suami saya itu seperti itu, saya langsung ke sekolah," sambungnya.
Namun sepulangnya menyelesaikan tugas di sekolah minggu malam, sang suami menghembuskan napas terakhir.
"Ketika tahu posisi seperti itu, apalagi libur, tentunya saya akan di rumah, tapi ternyata karena memang di sekolah itu harus ada yang saya selesaikan. Senin itu harus fiks. Saya memang libur pun, suami posisi seperti itu pun, saya langsung ke sekolah," ucapnya.
Di tengah rasa kehilangan, Tentrem tetap menghormati tanggung jawabnya. Baginya, bekerja bukan hitung-hitungan waktu tetapi amanah.
"Bagaimana ketika saya itu mencoba mendedikasikan diri saya untuk sekolah itu, tidak hitung-hitungan, secara waktu, secara apapun itu. Tidak berarti saya itu mengabaikan keluarga, enggak," tegasnya
Ia percaya bahwa Tuhan yang Maha Kuasa memiliki perhitungan sendiri.
Filosofi yang Digenggam Erat
Tentrem tidak pernah bercita-cita menjadi kepala sekolah. Ia hanya bekerja, melayani, dan mengalir. Hingga akhirnya posisi itu datang sendiri melalui perjalanan sebagai guru penggerak.
"Saya tidak pernah punya gambaran, dan suatu saat saya itu jadi kepala sekolah itu, tidak punya. Artinya, aku bekerja, ya sudah, saya kerjakan," terangnya.
"Saya tidak pernah berambisi untuk menjadi kepala sekolah, untuk bagaimana ketika guru penggerak itu, saya menjadi fasilitator, menjadi guru pengajar praktik, dan seterusnya," tambahnya.
Bagi guru-guru muda, ia selalu menitip pesan sederhana untuk terus menjalani profesi guru dengan niat yang bersih dan hati yang tulus.
Baginya, guru masa kini dituntut dua kali lebih sabar. Anak yang sulit diatur, orang tua yang mudah salah paham, dan sistem yang makin ketat kadang membuat profesi guru terasa terjepit.
Namun Tentrem memilih menerima semuanya sebagai bagian dari dedikasi.
"Tolong itu dijalankan tugas dengan sebaik-baiknya, karena tentunya kita itu juga secara hati nurani tidak akan bisa, seorang pendidik itu akan mendiamkan hal yang tidak benar," tegasnya.
Animo yang Mulai Menguat
Dalam dua tahun terakhir, SMA Negeri 1 Galur mulai mendapat kepercayaan lebih dari warga sekitar. Rombongan belajar kini penuh, bahkan sekolah harus menolak pendaftar.
Sekolah kecil yang dulu kurang dilirik kini mulai berdiri lebih tegak.
"Animo masyarakat sudah bagus, karena kami memang 2 tahun ini termasuknya yang masuk ke Galur itu cukup banyak yang kami tolak. Totalnya 416 yang sekarang. Tiga paralel kelas 10, 11, 12," ungkapnya.
Tentrem Lestari bukan sekadar guru atau kepala sekolah. Ia adalah gambaran tentang bagaimana pendidikan di daerah pinggiran bertahan.
Bukan semata-mata dengan fasilitas canggih nan terkini, bukan dengan kemewahan, tetapi dengan hati yang terus menyala.
Perjalanan hidupnya menggambarkan sebuah kalimat yang ia ulang-ulang sejak awal, perjuangan. Sebuah nilai yang ia wariskan kepada murid, guru, dan lingkungannya.
Dedikasi Tentrem pun kini mendapat apresiasi dari tingkat Provinsi DIY sebagai Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) terbaik 2025 dalam kategori kepala sekolah berdedikasi dari Kulon Progo.
Kini ia tengah berada di Jakarta untuk membagikan kisahnya kepada guru-guru lain yang memiliki perjuangan dan semangat yang sama dengannya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
Pilihan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
-
Profil Superbank (SUPA): IPO Saham, Harga, Prospek, Laporan Keuangan, dan Jadwal
-
Jelang Nataru, BPH Migas Pastikan Ketersediaan Pertalite Aman!
Terkini
-
BRI Peduli Beri Apresiasi dan Salurkan Bantuan di SDN Sukamahi 02 Megamendung
-
Tentrem Lestari: Dedikasi Seorang Guru dari Pinggiran Kulon Progo yang Tak Pernah Hitung-hitungan
-
4 Link DANA Kaget Spesial, Raih Saldo Gratis Rp149 Ribu, Bikin Harimu Makin Semangat!
-
Ngeri! Warga Jogja Hidup Dibayangi Jembatan Kewek yang Siap Ambrol, Sultan Turun Tangan
-
Waspada! Penipu Mengatasnamakan Dukcapil Sleman, Cek Faktanya di Sini!