Tradisi Ngawu-awu Petani Gunungkidul di Atas Tanah Kering

Tanah diolah dengan cara membalikkan tanah kering agar tidak ada lagi bekas retakan tanah akibat kemarau.

Pebriansyah Ariefana
Selasa, 12 November 2019 | 12:23 WIB
Tradisi Ngawu-awu Petani Gunungkidul di Atas Tanah Kering
Tradisi Ngawu-awu Petani Gunungkidul di Atas Tanah Kering. (Suara.com/Julianto)

SuaraJogja.id - Musim hujan diprediksi akan melanda Kabupaten Gunungkidul pertengahan bulan November 2019. Saat ini, para petani tengah melakukan tradisi tahunan yakni ngawu-awu. Tradisi tersebut dilakukan untuk menyambut datangnya musim tanam saat hujan tiba.

Kegiatan ngawu-awu itu, para petani menaburkan benih padi di atas tanah kering yang telah diolah secara manual ataupun menggunakan alat tani. Tanah diolah dengan cara membalikkan tanah kering agar tidak ada lagi bekas retakan tanah akibat kemarau.

Maryadi (59), seorang petani asal Dusun Gunungrejo, Desa Girisuko, Kecamatan Panggang, Gunungkidul menuturkan proses ngawu-awu dengan menanamkan benih-benih padi di atas tanah yang telah diolah secara manual yang dilakukan para petani langsung.

"Memang kalau hasil tumbuhnya tidak serapih dengan menanam padi yang langsung bibit, tapi hasilnya sama aja," kata Maryadi saat ditemui di lahan miliknya, Selasa (12/11).

Baca Juga:Diduga Mengisap Asap Beracun, Warga Gunungkidul Tewas Tercebur Sumur

Ia menjelaskan proses ngawu-awu akan terbilang sukses jika hujan datang tepat waktu. Para petani melalui penanggalan jawa, saat-saat inilah waktu yang tepat untuk melakukan proses ngawu-awu.

"Hujan kan pertengahan November diperkirakan datang, hitungannya pas hasil ngawu-awu itu tumbuh. Tapi jangan sampai telat hujan datang, karena bisa rusak benihnya," ujarnya.

Petani lainnya, Sukidi (58), menjelaskan proses ngawu-awu tersebut sudah sejak lama dilakukan oleh para petani di Gunungkidul. Saat ini, para petani menyebar benih hasil bantuan pemerintah kabupaten dan pusat. Benuh tersebut salah satunya benih padi hibrida.

"Kalau benih padi itu bantuan dari pemerintah yang diberikan langsung lewat kelompok tani," ujar pria yang aktif di Kelompok Tani Gunungrejo, Desa Girisuko.

Sambil melakukan tradisi ngawu-awu, pihaknya juga berharap agar hujan turun pertama kali tidak langsung mengguyur deras. Sebab, guyuran pertama bisa menentukan apakah hasil ngawu-awu gagal atau sukses masa tanam pertama.

Baca Juga:Fenomena Bunuh Diri di Gunungkidul, Warga Cerita Mitos 'Pulung Gantung'

"Kalau hujan deras biasanya benih yang ditanam dari ngawu-awu terbawa air, dan tembok-tembok batu penahan bisa rubuh," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini