SuaraJogja.id - Pameran tunggal pelukis Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia (GNI), Jakarta batal dibuka. Pameran seni ini sejatinya dibuka pada 19 Desember 2024 malam, namun ruang pameran dikunci dan pintu utama digrendel.
Pembatalan pameran bertajuk "Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan" ini dibatalkan usai Yos Suprapto keberatan beberapa lukisannya diturunkan oleh kurator dari GNI. Kurator tersebut adalah Suwarno Wisetrotomo.
Sastrawan, Saut Situmorang memberikan respons keras atas hal itu. Dia menilai kurator pameran justru berada di sisi pembredelan tersebut.
"Luar biasa bahwa kurator ternyata membela pencekalan yang terjadi atas pameran yang dia sendiri kurasi!" kata Saut saat dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp, Jumat (20/12/2024).
Baca Juga:UIN Sunan Kalijaga Kolaborasi dengan Kedubes Ukraina Gelar Pameran Kemanusiaan
Saut mempertanyakan peran kurator dalam pameran tersebut. Apalagi dalam pernyataannya, kurator menyebut beberapa karya Yos Suprapto itu terlalu vulgar bahkan hingga kehilangan metafora.
"Kalau memang kurator menganggap hal-hal yang disebutkannya itu memang ada pada karya si senimannya, lha lantas kok bisa ide untuk berpameran itu diterima Galeri Nasional pada awalnya?! Bukan kah pencekalan pameran terjadi justru pada saat pameran mau dibuka! Ini sesuatu yang sangat aneh," ungkapnya.
Dia masih tak habis pikir alasan sejak awal ide pameran lukisan itu bisa diterima di Galeri Nasional. Namun akhirnya justru dibatalkan begitu saja.
"Fungsi kurator di Galeri Nasional itu sebenarnya apa? Kenapa ide pameran lukisan si Yos itu bisa diterima di awalnya kalau memang karya-karyanya punya masalah kayak yang didaftarkan kurator di atas?!" ucapnya.
Terkait pembredelan seni di Indonesia, kata Saut, kerap terjadi ketika sebuah karya tersebut dianggap subversif. Baik oleh kekuasaan negara yang otoriter maupun dianggap menghina agama tertentu.
Baca Juga:Polres Bantul Gandeng Seniman DIY Adakan Pameran Seni di Gabusan
"Pembredelan seni [sastra, seni rupa, film, teater misalnya] di Indonesia biasanya terjadi kalau sebuah karya seni itu dianggap subversif oleh kekuasaan negara yang otoriter atau menghina agama tertentu. Kedua isu ini yang selalu dijadikan alasan untuk membredel atau mengharamkan karya seni di Indonesia," tegasnya.
Disinggung apakah pembredelan pameran ini kemudian akan mengurangi gairah seniman lain untuk berekspresi di ruang publik atau justru sebaliknya, Saut menyebut tak akan semudah itu.
"Tergantung senimannya. Seniman sejati tidak akan berkurang gairah berekspresi artistiknya cuma karena pembredelan gombal ala Galnas itu," kata dia.