SuaraJogja.id - Warga Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, mengakui bersalah karena sudah membuat peraturan dusun yang melarang pendatang beda agama dan penganut kepercayaan selain Islam bermukim di dusun tersebut.
Buntut dari aturan itu, kelaurga pelukis bernama Slamet Jumiarto ditolak warga saat hendak mengontrak rumah di Desa Pleret.
Sejak tiga setengah tahun terakhir, Dusun Karet punya aturan diskriminatif. Peraturan tentang Persyaratan Pendatang Baru Pedukuhan Karet diteken pada 19 Oktober 2015 oleh Kepala Dusun Karet Iswanto dan Ketua Kelompok Kegiatan Masyarakat Karet Ahmad Sudarmi.
"Kami Islam yang mengakui kebudayaan. Kami merawat tradisi. Kami kerap tahlilan dan selawatan," kata Ahmad Sudarmi seperti dikutip Harianjogja.com--jaringan Suara.com, Rabu (3/4/2019).
Baca Juga:Mulai Hari Ini, LGBT di Brunei Bakal Dilempari Batu Sampai Mati
Peraturan tersebut bertahan hingga Senin (1/4/2019) dan tak dipersoalkan.
Kemudian, Slamet menyewa salah satu rumah di Karet tanpa mengetahui ketentuan yang bakal membuatnya repot. Dia boyongan dari Notoprajan, Ngampilan, Kota Jogja, karena rumah yang dia kontrak di sana sudah habis jangka waktunya.
"Sejak 2001, saya mengontrak rumah dan sudah 14 kali pindah. Saya cocok dengan lingkungan di Karet, apalagi harga sewa di sini murah. Rumahnya juga luas," ucap Slamet.
Slamet mulai menempati rumah kontrakan seluas 9 × 11 meter pada Sabtu (30/3/2019). Dia menghadap Ketua RT 8, Nur, untuk mengurus administrasi kependudukan.
Slamet kaget ketika disodori peraturan tersebut, padahal dia sudah membayar sewa rumah untuk satu tahun. "Saya Katolik. Istri saya Protestan. Kami tidak boleh tinggal di sini," ujar Slamet.
Baca Juga:Kepergok Curi Ponsel Warga, 2 Pengamen di Bekasi Apes Dikeroyok Massa
Dia berunding dengan Ketua RT dan mereka berdua menemui Dalyanto, tokoh masyarakat di Karet. Hasilnya mengecewakan Slamet. Dia tetap tidak bisa tinggal di sana karena ada peraturan yang melarang pendatang beragama nonmuslim menetap.
Slamet kemudian mengadu ke orang dekat Gubernur DIY Sri Sultan HB X. Slamet kenal dengan Sultan saat dia mendirikan Sanggar Arundaya, kelompok kesenian lukis, tari, dan sastra, pada 2018. Papan pendirian Sanggar Arundaya yang bertanda tangan Sultan dipasang di ruang tamu rumah kontrakan Slamet yang bakal segera dia tinggalkan.
Aduan itu lekas ditanggapi. Pemerintah Kabupaten Bantul dan Pemerintah Desa Pleret kemudian menggelar mediasi dua kali pada Senin kemarin. Di Kantor Desa Pleret pada siang hari dan di rumah Kepala Dusun Karet pada malam hari.
Mediasi dihadiri sejumlah tokoh masyarakat, termasuk Ahmad Sudarmi, Iswanto, dan Dalyanto, penduduk yang dituakan di Karet dan terlibat dalam pembuatan peraturan untuk pendatang. Pemilik rumah yang disewa Slamet datang belakangan.
"Sehari-hari Pak Suroyo (pemilik rumah) tinggal di Segoroyoso, bukan di Karet," kata Ahmad Sudarmi.
Warga menawarkan Slamet tinggal di rumah kontrakannya selama enam bulan sembari memberinya kesempatan mencari tempat tinggal sewaan baru. Mereka tetep keukeuh dengan aturan yang tak membolehkan pemeluk nonmuslim menjadi warga baru Karet.