"Ini jalan tengah, karena warga juga punya peraturan yang jadi kearifan lokal. Di mana-mana kan ada kearifan lokal," kata Dalyanto yang sehari-hari berdinas di Kodim Bantul.
Tetapi Slamet menolak. Dia, si istri Priyati, dan dua anaknya sudah tidak nyaman.
"Lebih baik baik kami tidak tinggal di sini," ucap Slamet.
Dia kemudian meminta uang sewa rumah Rp4 juta dikembalikan, plus Rp800.000 yang sudah dibelanjakan untuk merenovasi teras rumah, dan Rp400.000 untuk transportasi pindahan dari Notoprajan ke Karet.
Baca Juga:Mulai Hari Ini, LGBT di Brunei Bakal Dilempari Batu Sampai Mati
Pemilik rumah sepakat, meski kemudian meminta permakluman kepada Slamet untuk mengembalikan uang sewa setelah rumahnya dikontrak penyewa baru.
"Karena uangnya sudah dipakai untuk banyak kebutuhan," ucap Slamet.
Di akhir pertemuan, Kepala Desa Pleret dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Bantul meminta peraturan di tingkat dusun yang diskriminatif dan meminggirkan minoritas itu direvisi karena bertentangan dengan Konstitusi.
"Sebagai warga negara yang baik, kami menurut apa kata pemerintah. Kami akan mengikuti peraturan," ujar Dalyanto.
"Ini menjadi pelajaran bagi kami untuk membuat peraturan yang lebih baik, yang tidak mendiskriminasi minoritas. Kami akui peraturan ini adalah kelalaian kami. Dalam hati kecil, sebenarnya saya kasihan karena ada yang menjadi korban," ujar Ahmad Sudarmi, yang berprofesi sebagai kepala sekolah satu SD di Bantul.
Baca Juga:Kepergok Curi Ponsel Warga, 2 Pengamen di Bekasi Apes Dikeroyok Massa
"Kami alpa dan kami akan belajar."
Ahmad Sudarmi mengatakan peraturan untuk pendatang itu dibuat demi keharmonisan warga.
"Ada keresahan di kalangan warga, misalnya keberadaan Islam yang berbeda dengan budaya di dusun ini. Akhirnya kami membuat aturan untuk pendatang yang mau tinggal atau membeli rumah di Karet," kata dia.
"Bukan berarti kami anti terhadap nonmuslim."
Sebenarnya, ada satu pemeluk Kristen di Dusun Karet yang menempati tanah warisan jauh sebelum aturan diskriminatif dibuat. Dia tak terusik karena leluhurnya warga Dusun Karet.
Aturan itu, menurut Ahmad Sudarmi, lahir berdasarkan masukan dari sejumlah pemuka agama dusun.