SuaraJogja.id - Pembangunan fasilitas penunjang keberadaan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) dipastikan bakal melalui Desa Glagah Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Rencana tersebut dibenarkan Kelapa Desa Glagah Agus Parmono saat ditemui Suara.com di balai desa pada Senin (8/7/2019). Agus mengatakan di desanya akan dibangun jalur kereta bandara sekaligus jalur penghubung menuju Jalur Jalan Lingkar Selatan (JJLS).
Setidaknya untuk membangun jalur penghubung menuju JJLS tambah Agus, pihaknya akan merelokasi 20 rumah, 6 kompleks pemakaman, dan Pasar Glagah.
"Saya ingin klarifikasi, bahwa di Pasar Glagah mau dibangun jalur penghubung menuju JJLS. Bukan rel," kata Agus.
Baca Juga:Beragam Moda Transportasi Disiapkan Pemerintah ke Bandara YIA
Agus menjelaskan, rencana untuk membuat jalur rel kereta bandara tidak melewati Pasar Glagah. Namun, rel dari Stasiun Kedundang akan melewati padukuhan lain yaitu pedukuhan logede, kepek, macanan, kretek, dan padukuhan Sidorejo.
Imbasnya, sebanyak 11 rumah akan direlokasi karena terletak di trase-trase yang telah di patok. Sementara sisanya, masuk ke dalam lokasi persawahan dari lima dukuh tersebut.
Ia juga menambahkan masyarakat tidak perlu khawatir terutama yang sawahnya terdampak. Karena hanya sebagian kecil dari sawah tersebut yang dibangun trase, sehingga sawahnya masih bisa ditanami. Selain itu banyak tanah kas desa yang dibangunkan jalur trase.
"Jalurnya ya punya warga beserta tanah kas desa. Luasnya imbang lah antara kas desa dengan tanah person. Untuk tanah person, kita akan ganti baik tanahnya maupun tumbuhan yang ada di atas tanah tersebut," kata Agus
"Tanah sawah yang terdampak kecil, masih bisa ditanami. Jadi warga tidak perlu khawatir," tambah Agus
Baca Juga:Cerita Nani, Dua Kali Tergusur Proyek Fasilitas Penunjang Bandara YIA
Sedangkan untuk pembangunan JJLS, Agus memastikan pemerintah masih fokus membangun jalur kereta bandara. Sementara jalur penghubung menuju JJLS akan dikerjakan setelah jalur kereta rampung.
Sementara itu, seorang pemilik rumah makan di sekitar pasar Glagah, Nani Setiowati (42) khawatir harga ganti rugi yang ditawarkan kembali memberatkannya. Terlebih warung tersebut merupakan satu satunya tempatnya mencari nafkah.
"Rumah saya habis, termasuk warungnya. Tapi yang saya pikirkan warungnya ini, kalau tempat tidur saya bisa dimana aja," keluhnya.
Lantaran itu tambah Nani, harga tanah setiap tahun naik. Terlebih harga tanah di dekat bandara akan terus melambung. Oleh karena itu, jika pun ia terpaksa digusur, harga warungnya harus bisa membeli lahan yang baru.
"Harga tanah kan tiap tahun naik, jadi ya ganti rugi harus setimpal," tutupnya.
Kontributor : Rahmad Ali