SuaraJogja.id - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, GKR Hemas berkomentar terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hemas mempertanyakan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang tidak jadi menaikkan pembayaran iuran BPJS yang seharusnya mulai diberlakukan 1 Januari 2020 lalu.
"Saya heran kok MA memutuskan (iuran BPJS) tidak naik, (padahal) sudah tahu kondisinya (defisit) seperti itu kok," ungkap Hemas di Royal Ambarrukmo, Selasa (10/03/2020).
Namun menurut istri Gubernur DIY tersebut, bila kebijakan pembatalan Peraturan Presiden (perpres) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jaminan Kesehatan dilaksanakan pascadikabulkannya uji materi dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), maka pemerintah harus mengatur reformasi birokrasi di organisasi BPJS. Kepengurusan BPJS harus diperkecil karena selama ini organisasi tersebut dianggap yang paling banyak menghabiskan anggaran yang dikucurkan pemerintah.
Pemerintah juga diharapkan segera memberikan anggaran tambahan untuk BPJS. Anggaran tersebut sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan klaim BPJS.
Baca Juga:Hadiri Perayaan Natal PNS, Gubernur DIY Sri Sultan HB X Bicarakan Toleransi
"Gaji kepala BPJS itu berapa itu? Struktur pimpinan (BPJS) harus diperkecil karena paling banyak menghabiskan biaya," tandasnya.
Sementara Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di tempat yang sama mengungkapkan, Pemda DIY menunggu kebijakan dari pemerintah pusat terkait BPJS. Sebab pasca pembatalan, otomatis pemerintah pusat harus menyiapkan regulasi baru agar ada kepastian hukum.
"Nanti dilihat seberapa jauh kebijakan pemerintah dengan keputusan (pembatalan BPJS) itu, kita kan belum tahu," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan MA mengabulkan uji materi KPDCI untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS. Sebab kenaikan iuran tersebut dinilai merugikan warga negara.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Baca Juga:Aliansi Massa Rakyat Peduli HAM Tuntut Ini di Depan Kantor Gubernur DIY