SuaraJogja.id - Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima berkesempatan menjadi tamu kehormatan di Universitas Gadjah Mada (UGM) saat berkunjung ke Yogyakarta, Rabu (11/3/2020). Hadir sekitar pukul 14.00 WIB di Ruang Balai Senat UGM, mereka berdua didampingi sejumlah tim protokoler dan media Belanda.
Seluruh hadirin berdiri menyambut kedatangan keduanya. Selanjutnya Raja Willem Alexander duduk berdampingan dengan Menlu Retno Marsudi, sedangkan Ratu Maxima berdampingan dengan Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono.
Dalam pertemuan itu, keduanya memiliki agenda mendengarkan paparan ilmiah dari sejumlah dosen dan tim peneliti UGM soal program kolaborasi, khususnya antara UGM dan pemerintah Belanda maupun sejumlah universitas di Belanda.
Rektor UGM Prof Panut Mulyono mengatakan, Belanda lebih dari sekadar teman bagi Indonesia, dan hubungan antara keduanya sudah berlangsung lama.
Baca Juga:Nihil Bercak Darah, Jalan Terang Misteri Pembunuhan Anjani Bee
"Kami paham Belanda punya konsistensi memainkan peran penting dalam konstelasi politik, dan industri agrikulturnya sangat bertumbuh walaupun wilayahnya sangat kecil," puji Panut kepada Belanda kala memberi sambutan.
Di kesempatan itu, tak lupa ia menyampaikan rasa bangga memiliki alumni mahasiswa seperti Menlu RI Retno Marsudi, yang juga pernah menjadi Dubes Indonesia untuk Belanda.
Menurut Panut, sejarah antara Belanda dan Indonesia tidak akan berakhir. Kunjungan ini adalah fondasi yang solid untuk memulai kolaborasi di masa depan.
"Selamat datang Raja, Ratu, dan para partisipan," sambut Panut.
Usai itu, Ratu Maxima dipanggil oleh salah satu tim peneliti dari Fakultas Biologi UGM, yaitu Endang Semiarti. Endang, yang telah mempersiapkan sejumlah anggrek budi daya di depan panggung, meminta Ratu Maxima untuk membantu persilangan anggrek Vanda tricolor sebagai simbol memperkuat hubungan antara Indonesia, UGM, dan pemerintah Belanda.
Baca Juga:Diajak Bisnis Bareng Raffi Ahmad, Choi Siwon: Ayuk!
"Vanda tricolor ini merupakan tanaman endemik Merapi," ujar perempuan yang juga ketua PAI DIY itu.
Selanjutnya, Endang menjelaskan, bila persilangan berhasil, maka anggrek tersebut akan bernama Vanda tricolor Lindley varian 'Queen Maxima'. Penamaan itu memiliki alasan karena Ratu Maxima adalah penyilang, sehingga nama itu menjadi penghargaan untuknya.
"Doakan ya supaya anggrek ini bisa tumbuh dengan baik, buahnya banyak besar. Beliau [Ratu] senang sekali.
Nanti akan kami tumbuhkan di Fakultas Biologi dulu sampai agak besar lalu dikerjasamakan," ungkapnya.
Endang menjelaskan, tanaman endemik Merapi ini memiliki keistimewaan ketimbang tanaman lainnya, yaitu memiliki gen heat shock protein, yang membuatnya sangat kuat menahan panas.
"Merapi itu bolak-balik mengalami erupsi, tapi ini tetap eksis. Anggrek ini jadi kebanggaan DIY. Bunga yang dipilih untuk disilangkan memang yang bunganya sangat bagus, habitusnya juga bagus, kebetulan Ratu Maxima hadir itu untuk berkolaborasi dengan kami," kata dia.
Ia menambahkan, dalam kunjungannya ke Belanda beberapa waktu lalu, dirinya pernah melihat taman botani yang bagus di Belanda, tetapi di sana tidak ada anggrek tersebut.
"Nah kalau ini bisa kita kerjasamakan, artinya kan mereka punya teknologi yang sangat bagus. Jadi kami bisa juga merawatnya untuk konservasi," ujarnya.
Menurut keterangannya, saat Ratu Maxima menyilangkan anggrek, yang dilakukan adalah memindahkan alat kelamin jantan ke alat kelamin betina menggunakan tusuk gigi.
"Jadi ujung tusuk gigi ditotolkan dulu bagian lubangnya ada semacam jeli, nah jeli ini untuk mengambil alat kelamin jantan, dimasukkan ke lubang alat kelamin betina. Di sana banyak sel-sel telurnya," tuturnya.
Kendati merupakan tanaman endemik Merapi, Vanda tricolor tetap bisa ditanam di luar kawasan Merapi, imbuh dia. Namun ada syaratnya.
"Asal lingkungannya dibuat seperti Merapi, bisa. Kemarin, Vanda tricolor ini dari dataran rendah sampai tinggi mau berbunga. Jadi istilahnya itu tahan banting," ungkapnya.
Belum lama, tim peneliti kembali menemukan 59 spesies baru anggrek tersebut, tetapi masih dalam kajian.
"Karena untuk memberi nama seperti itu juga harus dilaporkan ke Inggris, ke The Royal Holticultural Society," tandasnya.
Sebelumnya, sejumlah peneliti perwakilan FKKMK UGM, Prof Maria dan Prof Sofia Mubarika, telah menyampaikan paparan di hadapan raja dan ratu Belanda serta partisipan lainnya. Sofia memaparkan perihal kolaborasi antara UGM dan pemerintah Belanda yang meliputi penelitian stunting, kanker, wabah infeksius, farmako ekonomis, biomedik, keperawatan, dan lainnya.
Sementara, perwakilan Fakultas Biologi UGM diwakili oleh Endang Semiarti dan rekannya, menjelaskan perihal kolaborasi di bidang keanekaragaman hayati, diikuti Dekan Prof Sigit Riyanto dari FH UGM. Pemaparan terakhir tentang kolaborasi ke depan, oleh perwakilan Universiteit of Netherland.
Kontributor : Uli Febriarni