SuaraJogja.id - Sejumlah kampus hingga pertokoan mulai menutup kegiatan belajar mengajar tatap muka hingga usahanya. Bahkan mahasiswa dan pekerja memilih untuk kembali ke rumah mereka di tengah mewabahnya Covid-19 atau virus Corona ini.
Koordinator Tim Respons Covid-19 UGM, Riris Andoni Ahmad menyebut untuk sementara masyarakat lebih baik tak kembali ke kampung halaman di kondisi seperti sekarang.
"Yang perlu dilihat adalah tingkat penyebaran yang saat ini paling banyak di Jakarta. Hingga kini kasus jumlah pasien positif di daerah masih sedikit. Jika memang masyarakat dari wilayah yang memiliki jumlah kasus terbanyak datang ke daerah yang masih sedikit (jumlah pasien positif covid-19), hal ini menyebabkan lonjakan kasus baru," kata Riris Andoni saat teleconference bersama wartawan, Senin (30/3/2020).
Ia menjelaskan bahwa tingkat outbrake di tiap daerah berbeda-beda. Saat ini pemerintah di tiap wilayah berusaha menekan angka penyebaran virus agar berkurang. Jika masyarakat memilih untuk mudik, hal itu akan menyulitkan tenaga kesehatan untuk meminimalisasi penyebaran.
Baca Juga:Perantau Tak Boleh Mudik, Pakar Kependudukan UGM Minta Negara Beri Jamsos
"Menjaga daerah yang belum terjadi kasus lonjakan pasien positif ini yang perlu diperhatikan. Tenaga medis saat ini sudah berusaha menekan penyebaran di masing-maisng daerah. Jangan sampai perpindahan penduduk ini menambah kasus yang baru," kata dia.
Dirinya menyetujui kebijakan sejumlah daerah yang telah mengimbau warganya untuk tak mudik di tengah wabah Corona. Mengingat penularan virus tersebut terjadi dengan sentuhan dan kontak anggota tubuh.
"Langkah yang diambil pemerintah untuk meminta warganya tak kembali saat mudik di tengah pandemi ini sudah baik. Namun hal itu juga menjadi hal yang patut diperhatikan masyarakat. Sehingga penularan tersebut bisa diminimalisasi," katanya.
Bagi masyarakat, Andon meminta agar masyarakat untuk tetap tenang dengan wabah yang makin meluas.
"Menurut saya kepanikan sudah terjadi di tengah masyarakat saat ini. Kepanikan itu muncul karena konsumsi informasi masyarakat lebih banyak di media sosial. Dibanding website yang lebih terpercaya seperti website Kemenkes, BPBD dan website terverifikasi lainnya, mereka malah lebih yakin dengan apa yang ada di media sosial. Yang jelas masyarakat harus lebih tenang dengan tetap melakukan menjauhi kerumunan dan juga menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan," katanya.
Baca Juga:Bakteri Baik Ikut Mati Disemprot Disinfektan Berlebihan, Ini Kata Dosen UGM
Ia pun menyinggung soal tindakan lockdown mandiri yang dilakukan warga. menurutnya hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan.
“Ada beberapa hal yang tidak perlu, misalnya penyemprotan disinfektan di lingkungan, disinfektan tubuh, membuat posko lockdown dan kumpul-kumpul untuk menjada posko itu tidak perlu, bahkan berisiko karena akhirnya orang berkumpul. Tujuannya memang baik, tapi karena improvisasi sendiri bisa justru meningkatkan risiko,” jelasnya.
Masyarakat menurutnya terlalu mudah menggunakan kata lockdown sehingga justru menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat lainnya. Lockdown yang dilakukan sendiri oleh masyarakat dengan mendirikan posko yang dijaga oleh sejumlah orang justru menimbulkan risiko tersendiri karena menjadi lokasi berkumpul.
"Lockdown sendiri-sendiri juga bisa meningkatkan kecurigaan terhadap orang yang tidak dikenal, dan bila tidak hati-hati bisa meningkatkan terjadinya kekerasan sosial. Ini perlu diwaspadai karena jika sering terjadi situasi menjadi tidak kondusif," imbuh Riris.
Selain itu, ia juga meluruskan pandangan terkait penyemprotan disinfektan yang banyak dilakukan di kawasan permukiman. Penyemprotan disinfektan, jelasnya, dilakukan pada benda-benda yang digunakan oleh banyak orang, tetapi tidak perlu dilakukan di jalanan atau tempat-tempat terbuka.
"Perlu disinfektan, tapi tidak sampai di jalan atau di tempat terbuka," ucapnya.