SuaraJogja.id - Aparat dusun Nangsri, Srihardono Pundong, Bantul diduga melakukan penyunatan dana bantuan (bansos) dari Kementrian Sosial.
Seperti diketahui untuk membantu warga kurang mampu yang terdampak pandemi Covid-19, pemerintah dalam hal ini Kementrian Sosial meluncurkan Bantuan Sosial Tunai sebesar Rp1,8 juta yang diberikan selama tiga bulan. Mekanismenya, tiap bulan bisa dicairkan sebesar Rp600 ribu melalui kantor pos yang dilakukan di balai desa atau melalui transfer rekening penerima.
Namun, di Dusun Nangsri, sejumlah warga tak menerima utuh BST yang diberikan Kemensos. Seperti dilansir dari harianjogja.com, salah seorang warga Wakinem (68) mengaku menyerahkan sebagian bantuan sebesar Rp300 ribu kepada ketua RT. Janda tiga anak dan empat orang cucu tersebut mengaku penyerahan tersebut merupakan potongan yang diminta oleh kepala dusun atau dukuh setempat.
"Yang nyunat dana BST pak Marno, ketua RT 03. Katanya untuk anak yatim piatu," ungkap Wakinem, Jumat (22/5/2020).
Baca Juga:Bhinneka Life Pasok APD ke RSUD Panembahan Senopati Yogyakarta
Ia sempat heran dengan adanya pemotongan dana bantuan tersebut, karena dua temannya yang sama-sama mencairkan BST pada Jumat itu tidak dipotong. Namun ia tidak berani menolak pemotongan itu karena khawatir namanya akan dicoret dari penerima bantuan.
Pemotongan dana itu memang ia serahkan sendiri kepada ketua RT 03. Akan tetapi sebelumnya ia sudah diminta pemotongan menjelang pencairan dana BST di Balai Desa Srihardono.
"Pak Marno juga berpesan supaya pemotongan ini tidak diomongkan kepada orang lain," ucap dia menirukan apa yang diperintahkan Marno.
Selama ini Wakinem tidak menyampaikan pemotongan BST yang dialaminya kepada orang lain. Namun ia juga tidak bisa berbohong ketika ada warga lainnya yang bertanya karena memang faktanya dana BST itu harus ia serahkan separuhnya.
Buruh tani yang penghasilan hariannya tidak menentu ini tidak mengerti apa-apa soal pemotongan bantuan. Ia mengaku sudah mengikhlaskan kalau memang pemotongan bantuan itu sudah diatur.
Baca Juga:LBH Yogyakarta: Sebagian Penyintas Pelecehan Seksual di UII Masih Trauma
"Nek pun umum, kulo mboten pipun-pripun. Kulo pun ikhlas [kalau sudah aturannya saya tidak mempermasalahkan. Saya sudah ikhlas," kata Wakinem.
Beberapa kali ia mengungkapkan kekhawatirannya jika namanya dicoret dari daftar penerima bantuan dengan menyampaikan pemotongan dana BST yang dialaminya tersebut. Ia mengaku belum pernah mendapat bantuan selama ini baik itu Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
"Baru kali ini dapat bantuannya," katanya.
Sementara itu Kepala Dusun Nangsri, Jawadi tak menampik adanya pemotongan dana BST untuk semua penerima, bukan hanya Wakinem. Ia mengatakan total penerima BST di dusunnya terdapat 22 kepala keluarga yang tersebar di lima RT. Dari jumlah tersebut empat KK di antaranya dicoret karena tidak masuk kriteria layak menerima bantuan.
Semua penerima BST itu diakuinya sebenarnya masih dalam kategori tidak layak menerima jika mengacu pada 14 kriteria warga miskin dari Kementerian Sosial yang layak menerima bantuan. Namun data penerima bantuan itu sudah ada dari Kementeris Sosial sudah berdasar nama dan alamatnya.
"Kalau saya mau jujur warga miskin yang sesuai dengan 14 kriteria warga miskin itu tidak ada," kata Jawadi.
Dalam musyawarah dusun (Musdus) yang dihadiri RT akhirnya diputuskan warga yang layak dan tidak layak menerima bantuan tetap menerima bantuan.
Para penerima dana BST itu, kata Jawadi, bersama RT membuat kesepakatan untuk mengalihkan sebagian dana bantuan yang diterima untuk disalurkan kepada yang lebih berhak.
"Pemotongan BST sudah kesepakatan. Pak Marno RT atas nama kesepakatan bersama. Untuk yatim piatu. Sejak awal ada kesepakatan," kata dia.
Pemotongan yang dilakukan tiap penerima dana bantuan itu diakuinya tidak sama. Ada yang dipotong separuhnya, ada yang Rp150 ribu dan ada juga yang hanya menerima satu tahapan sebesar Rp600.000. Sementara pencairan tahap II dan tahap III disumbangkan kepada yang berhak.
Total pemotongan BST yang terkumpul di Dusun Nangsri Rp7,3 juta. Jawadi mengatakan dana itu disalurkan kepada anak yatim piatu yang ada di dusun setempat dengan besaran Rp300.000 per orang.
Sekretaris Daera (Sekda) Bantul, Helmi Jamharis mengatakan pemberian bantuan atau jaring pengaman sosial dalam bentuk apapun sifatnya sudah baku. Aparatur di level manapun tidak boleh membuat kebijakan dengan alasan mempertimbangkan aspek sosial untuk mengurangi gejolak itu tak diperkenankan.
"Artinya lurah, dukuh, camat tak boleh buat kebijakan apapun dalam penyaluran bantuan. Apa yang diterimakan oleh warga masyarakat hak dia sepenuhnya," tegas Helmi.