SuaraJogja.id - Diskusi dan seminar yang digelar oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM kembali menuai sorotan publik lantaran berbuntut aksi teror.
Hal itupun tak luput dari perhatian Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.
Alumni UGM itu menyayangkan adanya aksi teror dan ancaman yang menyasar penyelenggara dan pengisi acara diskusi bertajuk "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" tersebut.
Melalui akun Twitter pribadinya, Febri Diansyah mempertanyakan motif di balik tindak kejahatan itu lantaran dinilai tidak sesuai dengan tatanan kehidupan di zaman sekarang.
Baca Juga:Satu Keluarga di Tambora Diisolasi di Lantai 2, Warga Masih Bisa ke Musala
"Sebenarnya kita sedang hidup, berpikir dan berbicara di zaman apa dan tahun berapa ya? Sampai rencana diskusi di kampus diancam pembunuhan?" tulisnya seperti dikutip Suara.com, Sabtu (30/5/2020).
Merasa prihatin, Febri Diansyah berharap agar kasus teror tersebut segera diusut tuntas oleh pihak berwajib supaya diketahui dalang dan motif yang mendasarinya.
Mengingat, dalam penyataan yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum UGM, ada beberapa lembaga resmi yang disebut-sebut terkait dalam acara diskusi.
"Semoga ancaman terkait penyelenggaraan diskusi di UGM tersebut menjadi perhatian serius dan diusut. Agar dapat diketahui siapa pelaku & motivasinya. Apakah dilakukan karena reaktif atau faktor lain?," imbuhnya.
Untuk diketahui, CLS secara resmi membatalkan diskusi bertajuk "Persoalan Pemecatan Presiden ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan" tersebut kini resmi dibatalkan yang sedianya digelar pada Jumat (29/5/2020) secara virtual.
Baca Juga:Persiapan New Normal Bagi Ibu Hamil dan Menyusui, Ini Pesan Dokter
Diskusi tersebut sebelumnya menuai polemik lantaran dianggap berkonotasi dengan gerakan makar.
Presiden CLS FH UGM, Aditya Halimawan menjelaskan, dibatalkannya kegiatan itu merupakan kesepakatan antara pembicara dan penyelenggara.
Ia tidak menampik, pembatalan juga disebabkan kondisi dan situasi yang tidak kondusif.
Meski begitu, teror dan ancaman lantas mulai berdatangan kepada penyelenggara diskusi dan nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, seperti pembicara, moderator, serta narahubung.
Bentuk dari teror tersebut seperti pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka. Teror dan ancaman ini bahkan berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020.