RUU Cipta Kerja Disahkan, Serikat Pekerja di DIY Sepakat Tak Mogok Kerja

Aria berharap, alih-alih berunjuk rasas atau mogok kerja pada masa pandemi ini lebih baik para kerja menyampaikan gagasan ataupun lainnya melalui lembaga tripartit tersebut.

Galih Priatmojo
Senin, 05 Oktober 2020 | 17:52 WIB
RUU Cipta Kerja Disahkan, Serikat Pekerja di DIY Sepakat Tak Mogok Kerja
RUU Cipta Kerja. (Suara.com/Novian Ardiansyah & Ist)

SuaraJogja.id - Serikat pekerja di Sleman, Bantul dan Gunung Kidul sepakat tidak akan melakukan aksi mogok kerja maupun unjuk rasa saat RUU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan pada 8 Oktober 2020 mendatang. Kesepakatan tersebut disampaikan usai rapat koordinasi lembaga kerjasama tripartit antara pemkab dengan perwakilan pengusaha dan serikat pekerja.

"Kami dapat kabar dari disnaker Bantul, Sleman dan Gunung Kidul kalau hasil dari koordinasi lembaga kerjasama tripartit tidak akan menggelar unjuk rasa dan mogok kerja," ujar Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi saat dikonfirmasi, Senin (05/10/2020).

Menurut Aria, pihaknya masih menunggu hasil lembaga kerjasama tripartit dari Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Namun diharapkan mereka juga menyampaikan keputusan yang sama untuk tidak melakukan aksi unjuk rasa maupun mogok kerja.

Sebab aksi tersebut jelas-jelas sebagai bentuk ketidakpatuhan pada protokol kesehatan Covid-19. Aksi yang bisa menimbulkan kerumunan tersebut dikhawatirkan akan meningkatkan penyebaran COVID-19 pada masa pandemi ini.

Baca Juga:Kasus Positif Covid-19 di DIY Bertambah Lagi, Diantaranya ASN Dishub DIY

Selain itu kondusivitas kerja di perusahaan juga sangat dibutuhkan pada masa pandemi ini. Jangan sampai kondisi perusahaan terganggu yang nantinya juga akan semakin memperburuk kondisi  perekonomian yang saat ini terdampak pandemi.

"Diharapkan para pekerja pada 6-9 Oktober besok tetap kerja. Dengan kondusivitas [terjaga] di peusahaan secara baik maka bisa cukup bertahan di masa-masa pandemi," tandasnya.

Aria berharap, alih-alih berunjuk rasas atau mogok kerja pada masa pandemi ini lebih baik para kerja menyampaikan gagasan ataupun lainnya melalui lembaga tripartit tersebut. Apalagi bila mereka memaksakan diri mogok kerja tanpa ada kaitannya dengan perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Perusahaan bisa saja mengurangi intensif atau sanksi lain kepada pekerjanya karena aksi mogok kerja tersebut dianggap tidak sah secara hukum. Para pekerja dan buruh tersebut bisa saja kehilangan hak mereka karena melakukan mogok kerja yang tidak sah sesuai UU tersebut.

Saat ini di DIY terdapat lebih dari 4600 perusahaan yang memperjakan lebih dari 300 ribu pekerja formal. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 ribu bekerja di berbagai perusahaan-perusahaan besar.

Baca Juga:Bergejala Ringan, 7 ASN di Dishub DIY Positif Covid-19

"Karenanya kami harapkan aspirasi pekerja dan buruh bisa dilakukan melalui serikat pekerja dan disuarakan di forum tripartit," ungkapnya.

Sementara Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, mengungkapkan jika seadainya tetap ada aksi unjuk rasa ataupun mogok kerja, maka diharapkan bisa dilakukan secara tertib. Sultan mempersilahkan bila ada yang ingin menyampaikan aspirasi.

"Yang penting yang tertib ajalah, kalau itu aspirasi ya silahkan saja agar tidak menimbulkan masalah dalam kondisi semacam ini," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak