Berkah di Balik Musibah, Wisata Alam Pasar Kebon Empring Berdayakan Warga

Terdapat berbagai menu yang disajikan di sini, mulai dari seruni, sego wader, sego lele, sego welut, sego wiwit, sego mentel, geblek, hingga dawet batok.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 17 Oktober 2020 | 17:15 WIB
Berkah di Balik Musibah, Wisata Alam Pasar Kebon Empring Berdayakan Warga
Keseruan pengunjung yang datang ke Pasar Kebon Empring untuk berekreasi, Sabtu (17/10/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Ada berkah di balik musibah, mungkin itu kalimat yang cocok disematkan kepada objek wisata Pasar Kebon Empring di Pedukuhan Bintaran Wetan, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Bukan tanpa alasan, sebab, objek wisata bernuansa sungai ini lahir setelah bencana badai cempaka pada 2017 silam.

Nuansa alam dan desa masih sangat kental menyelimuti Pasar Kebon Empring. Suasana teduh oleh rindangnya pohon bambu yang saling bersentuhan tertiup angin begitu memanjakan pengunjung yang datang.

Belum lagi saat pengunjung turun ke sungai, menikmati segarnya air Sungai Gawe, nuansa yang sudah amat jarang ditemui di tengah kota. Tak sedikit anak-anak yang sudah bermain air berakhir tak mau pulang.

Pengelola Pasar Kebon Empring Titik Ailuh mengatakan, ide menciptakan objek wisata ini memang berawal pascamusibah badai cempaka itu. Warga setempat yang ikut terdampak bencana terus berjuang untuk lebih peduli dengan lingkungan bantaran sungai.

Baca Juga:Pascaaksi Anarkistis Saat Demo Sehari, Jumlah Wisatawan Jogja Turun Drastis

Hingga suatu saat, warga menyadari bahwa sungai yang mereka bersihkan selama itu ternyata dapat terlihat lebih indah. Dari situ mulai tercetuslah ide untuk menghadirkan objek wisata yang ramah bagi keluarga dan anak-anak.

"Akhirnya kami membentuk lapak-lapak di sungai itu bagi ibu-ibu agar bisa menyediakan dagangan berbagai jajanan tradisional. Selain itu juga kita tambah dengan mencoba buat meja dan kursi yang kita letakkan di aliran sungai," kata Titik kepada SuaraJogja.id, Sabtu (17/10/2020).

Segala macam dagangan dan tempat yang telah disediakan di sungai tadi akhirnya membentuk sebuah konsep unik di objek wisata Pasar Kebon Empring. Konsep bernama 'dahar keceh' menjadi pengalaman baru bagi pengunjung yang ingin menikmati jajanan tradisional sekaligus berdampingan dengan alam.

Titik mengatakan, konsep 'dahar receh' atau makan sembari bermain air sangat cocok bagi pengujung yang datang bersama keluarga. Sebab, itu membuat orang tua lebih nikmat menyantap kuliner tradisional, sedangkan anak-anak bisa berbaur dengan alam, khususnya di sungai, dengan lebih mengerti jenis-jenis batu dan ikan yang ada di situ.

Pasar Kebon Empring sebenarnya sudah mulai makin dikenal oleh masyarakat luas dalam satu tahun terakhir. Namun akibat pandemi Covid-19, terpaksa pengunjung kembali menyusut, tidak seramai sebelumnya.

Baca Juga:Hari Pariwisata Sedunia, Bantul Gelar Sendratari di Alam Terbuka

"Sebelum pandemi kalau akhir pekan, Sabtu-Minggu atau libur, kunjungan bisa mencapai 4.000 hingga 5.000 orang, tapi semenjak pandemi Covid-19 hanya 1.500 sampai 2.000 orang saja," ujarnya.

Kendati demikian, Titik mengaku tetap merasa senang geliat ekonomi untuk warga setempat perlahan mulai menunjukkan peningkatan kembali. Pasalnya, beberapa waktu lalu saat situasi pandemi sedang meningkat, Pasar Kebon Empring juga terpaksa harus mengalami penutupan.

Menurutnya, saat ini objek wisata Pasar Kebon Empring sudah bisa menjadi penopang perekonomian warga setempat, khususnya ibu-ibu. Itu berkat konsep pemberdayaan masyarakat yang cukup kuat bergerak di situ.

"Ibu-ibu yang merupakan warga sini, yang dulu mungkin kesibukannya hanya mengurus rumah tangga, sekarang sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Ya bisa dibilang ini sangat membantu ekonomi keluarga," ucapnya.

Keseruan pengunjung yang datang ke Pasar Kebon Empring untuk berekreasi, Sabtu (17/10/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)
Keseruan pengunjung yang datang ke Pasar Kebon Empring untuk berekreasi, Sabtu (17/10/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

Dijelaskan Titik, pengelola yang juga ikut membentuk objek wisata ini terdiri dari 14 orang, sedangkan untuk ibu-ibu pelapak yang menyediakan makanan ada 31 orang.

Terdapat berbagai menu yang disajikan di sini, mulai dari seruni, sego wader, sego lele, sego welut, sego wiwit, sego mentel, geblek, hingga dawet batok. Pengunjung juga tak perlu khawatir harus merogoh kocek yang dalam karena harga yang ditawarkan pun relatif terjangkau, mulai dari Rp.3.000-17.000 saja.

Sampah plastik dan mitigasi bencana

Objek wisata Pasar Kebon Empring tidak hanya memberdayakan warga sekitar saja. Namun lebih dari itu, kehadiran objek wisata bernuansa alam ini sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan.

"Kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan sebelum ada objek wisata ini masih minim. Masyarakat masih banyak membuang sampah di sungai, terutama dengan sampah-sampah rumahan pasti dibuang ke sungai," tuturnya.

Namun setelah mengerti dan menyadari bahwa sungai ternyata dapat bermanfaat untuk dijadikan tempat wisata bahkan membantu perekonomian, warga perlahan mulai sadar. Sekarang, kata Titik, hanya sampah daun saja yang banyak karena memang tempatnya masih sangat rimbun oleh pohon bambu.

Komitmen menjaga lingkungan juga terpancar dari jajanan kuliner yang tersedia di situ, yakni tidak menggunakan plastik sekali pakai. Pengelola dan masyarakat bertekad untuk terus menjaga kelestarian dan kebersihan alam sekitar mereka dengan meminimalisir sampah plastik.

"Kita sudah sepakat untuk semaksimal mungkin mengurangi sampah plastik. Kita ingin alam yang indah ini terus terawat dengan baik," tegasnya.

Titik menuturkan, mendekati musim penghujan, pihaknya juga lebih sering membersihkan sampah-sampah yang tersangkut di pinggiran sungai. Hal itu juga sebagai upaya mitigasi bencana banjir yang sewaktu-waktu bisa datang.

Disebutkan Titik, sebagian pengelola Pasar Kebon Empring merupakan siswa sekolah sungai yang bentuk juga oleh pihaknya bersama BNPB dan BPBD. Dari sekolah sungai yang mengumpulkan beberapa komunitas sungai yang ada di Jogja, seperti sungai code, gajah wong, opak dan celeng itu, pihak pengelola terus berkoordinasi terkait dengan mitigasi bencana.

"Kita di sekolah sungai belajar memahami sifat sungai yang kita bangun untuk wisata itu seperti apa. Dari situ kita juga terus jalin komunikasi. Misalkan musim hujan datang, kita koordinasikan dengan kondisi di sungai yang berada di atas untuk mengetahui debit air satu menit berapa sentimeter. Nah dari situ kita bisa prediksi kenaikan air dan sebagainya, kalau memang cepat lalu kita siap-siap pindahkan semua properti yang ada di sungai," paparnya.

Titik menambahkan, libur selama pandemi beberapa waktu lalu dimanfaatkan pengelola untuk mempercantik objek wisata. Bahkan hingga saat ini pengelola masih terus mengoptimalkan beberapa sarana dan prasaran.

Contohnya, mulai dari mempermudah akses pengunjung yang ingin turun ke sungai, menambah sejumlah gazebo hingga kursi dan meja sebagai tempat santai yang terus diperbanyak. Tidak lupa, tempat cuci tangan dan imbauan selalu patuh protokol kesehatan juga sudah terpasang di setiap sudutnya.

Salah satu pengunjung dari Magelang, Siti, mengatakan baru pertama kali datang ke objek wisata Pasar Kebon Empring. Menurutnya hal itu menjadi pengalaman yang unik dan menyenangkan bisa bermain air sambil bersantai.

"Baru pertama dan konsepnya menyenangkan. Adem gitu suasananya, cocok buat liburan sama keluarga," kata Siti.

Kendati belum berkesempatan mencicipi kuliner yang ada di Pasar Kebon Empring karena para pedagang sedang libur. Siti tetap mengaku senang bisa menemukan tempat yang baru dengan suasana alam masih terasa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini