Pertanian Tak Maksimal, Warga Lereng Merapi Pilih Fokus Beternak Sapi Perah

Sukamto menuturkan lahan yang berada di wilayahnya hanya akan produktif ketika musim penghujan tiba saja.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 23 November 2020 | 11:54 WIB
Pertanian Tak Maksimal, Warga Lereng Merapi Pilih Fokus Beternak Sapi Perah
Warga yang sedang memerah sapi-sapinya dengan mesin pemerah dan secara manual, di Dusun Plosorejo, Kalurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Senin (23/11/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Keterbatasan lahan pertanian dan perkebunan di kawasan lereng Gunung Merapi membuat warga mengalihkan kegiatan ekonominya di sektor lain. Salah satu yang menjadi andalan warga sejak lama yakni perternakan sapi perah.

Seperti yang dilakukan oleh beberapa warga di Dusun Plosorejo, Kalurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, yang sudah sejak 2010 lalu atau tepatnya pasca erupsi Merapi 10 tahun silam membuat sebuah kelompok ternak sapi perah bernama Ngudi Makmur Ngremboko. Saat ini kelompok tersebut mencatat ada 26 anggota aktif dengan ratusan sapi perah yang masih produktif.

"Kalau lahan memang di sini masih luas tetapi potensi pertaniannya minim. Mayoritas memilih untuk berternak sapi perah," kata Ketua Kelompok Ngudi Makmur Ngremboko, Sukamto (48) saat ditemui SuaraJogja.id, di rumahnya, Senin (23/11/2020).

Sukamto menuturkan lahan yang berada di wilayahnya hanya akan produktif ketika musim penghujan tiba saja. Namun akibat lahan yang mayoritas juga lahan pasir membuatnya hanya bisa ditanami tanaman tertentu saja, semisal Palawijo yang hasilnya juga tak seberapa.

Baca Juga:Ini Pesan Mbah Petruk untuk Juru Kunci Merapi

Tidak jauh berbeda dengan kondisi warga yang memanfatkan lahannya untuk berkebun. Hasilnya juga tidak dapat semaksimal yang diharapkan. Jenis tanaman yang ditanam pun terbatas, mulai dari alpukat, melinjo, kelapa, beberapa sayuran dan buah-buahan lain saja.

Disampaikan Kamto sapaan akrabnya, tanaman itu hanya mampu diandalkan untuk konsumsi pribadi saja sebagai upaya menjaga ketahanan pangan masyarakat setempat. Terlebih saat kondisi pandemi Covid-19 sekarang ini yang memaksa warga harus pintar-pintar memanfaatkan bahan di sekitarnya.

"Ya kalau tanaman itu hasil atau panennya juga tidak menentu, dua sampai tiga bulan juga belum tentu panen lagi. Sewaktu-waktu hasilnya untuk konsumsi pribadi juga kebanyakan," ucapnya.

Merespon hal itu, Kamto mengalihkan kegiatannya untuk lebih fokus ke dalam ternak sapi. Awalnya ia dan warga lainnya, masih berternak sapi PO. Namun pasca erupsi Merapi tahun 2010, ada bantuan berupa pemberian sapi perah kepada warga. Dari situ warga akhirnya terus mengembangkan sapi perah itu hingga saat ini.

"Dulu warga sini masih ternak sapi PO saja, tapi sejak 2010 dapat bantuan pengembangan sapi perah. Terus lanjut sampai sekarang," tuturnya.

Baca Juga:Magma Gunung Merapi Hampir Mencapai Puncak, Ini Penjelasan BPPTKG

Jika dibandingkan dengan saat masih berternak sapi PO, Kamto mengaku bisa lebih merasakan keuntungan setelah memelihara sapi perah. Walaupun tidak terpaut cukup jauh namun setidaknya saat memelihara sapi perah setiap hari akan ada pemasukan yang didapat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak