”Bahkan hasil sekali angkut satu kontainer bisa untuk ngreyen kendaraan,” tutur permpuan yang sudah memulai usahanya tahun 2000an ini.
Selain menambah produksi rotan sebagai barang dagangannya, Ninik juga mengaku telah mulai sedikit demi sedikit merambah pasar online. Dibantu sang anak, beberapa pesanan sudah ada yang datang dari market place tersebut.
Sementara itu, kondisi serupa juga dialami oleh Sri Rahayu, perajin bambu lainnya di pedukuhan tersebut. Namun berbeda dari Ninik, ia lebih memilih untuk bertahan dan berfokus pada produksi kerjainan bambu saja.
"Saya fokus di bambu tapi misal ada pesanan rotan ya bisa melayani. Soalnya memang rotan, modalnya juga harus lebih besar," kata perempuan 37 tahun ini.
Baca Juga:Badut Syariah: Semangat Tak Boleh Surut di Pandemi
Diakui Sri, dibandingkan dengan awal-awal sejak pandemi Covid-19 mulai muncul, peminat kerajinan bambu memang sangat sepi. Baru sekitar dua bulan belakangan ini muncul beberapa pesanan lagi walaupun tak banyak.
”Pesanan seperti kere dan gazebo sekarang mulai masuk," sebutnya.
Sri menegaskan akan tetap mencoba sekuat tenaga untuk mempertahankan usaha milik keluarganya ini. Walaupun masih terhitung baru, tapi usaha yang diteruskan dari ibunya ini akan tetap menjadi tumpuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
”Ini usaha turun temurun yang sekarang kami coba pertahankan,” tandasnya.
Baca Juga:Carlos Ghosn Prediksi Nissan Tidak Akan Bertahan Lama