SuaraJogja.id - Gonjang-ganjingnya kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dituding merugikan tenaga medis di Indonesia masih terus berlanjut.
Setelah puluhan Guru Besar (Gubes) yang menolak hadir dalam undangan oleh Menkes di Jakarta beberapa waktu lalu, civitas akademik yang tergabung di Suara Bulaksumur kembali melayangkan protesnya.
Retno Sutomo, perwakilan dari Suara Bulaksumur melalui keterangan tertulisnya menyoroti Kemenkes yang membuat kebijakan hanya sepihak.
Pada Rabu, 7 Mei 2025, gerakan "Suara Keprihatinan Bulaksumur" dideklarasikan dan dilanjutkan dengan "Webinar Bulaksumur" pada 19 Mei serta aksi "Bulaksumur Bergerak Serentak" pada 20 Mei 2025.
Baca Juga:Arogansi Kekuasaan? Dokter di Jogja Ramai-Ramai Doa Bersama Protes Mutasi Mendadak oleh Kemenkes
"Gerakan ini muncul sebagai bentuk respons terhadap arah kebijakan kesehatan nasional yang dinilai berisiko terhadap keselamatan pasien," ujar Retno Rabu (28/5/2025).
Retno menyebutkan, keselamatan pasien merupakan pilar utama dalam sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Tanpa jaminan keselamatan dalam praktik medis, makna dari layanan kesehatan akan hilang dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan akan runtuh.
Ketika keselamatan pasien tidak menjadi prioritas utama, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pasien individu, tetapi juga memengaruhi masyarakat luas dalam bentuk menurunnya kualitas hidup dan hilangnya rasa aman terhadap layanan medis.
Pendidikan Dokter harus Bermutu
Baca Juga:Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Seksual Dokter Spesialis, RSA UGM Perkuat Etika dan Pengawasan
Mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis memiliki keterkaitan erat dengan keselamatan pasien.
Layanan medis yang aman dan profesional hanya bisa diberikan oleh tenaga kesehatan yang terdidik secara ilmiah, etis, dan memiliki integritas tinggi.
Keputusan medis yang menyelamatkan nyawa lahir dari proses pendidikan kedokteran yang unggul dan berkualitas.
Kebijakan yang melemahkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis akan berdampak langsung pada keselamatan pasien.
Risiko salah diagnosis meningkat, kesalahan tindakan medis bisa terjadi, dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pun akan menurun.
Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan kedokteran harus menjadi langkah awal dalam menjaga keselamatan pasien.