SuaraJogja.id - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta melakukan intensifikasi pengawasan pangan jelang hari raya Natal tahun 2020 dan Tahun Baru 2021. Hasilnya dari 108 distributor yang diperiksa sebanyak 24 sarana tersebut tidak memenuhi kriteria pengawasan.
Kepala BBPOM Yogyakarta, Dewi Prawitasari, mengatakan bahwa intensifikasi pengawasan pangan menjelang nataru sudah berlangsung sejak tanggal 23 November yang direncanakan sampai tanggal 8 Januari mendatang. Pengawasan itu sendiri telah dilakukan di semua kabupaten dan kota di seluruh Provinsi DIY.
"Dari 24 sarana distribusi atau tempat jualan yang tidak memenuhi kriteria tadi memang masih didominasi dari temuan produk yang kedaluwarsa, rusak dan tidak ada izin edar dari Badan POM maupun pemerintah kota berupa izin Produk Industri Rumah Tangga (P-IRT)," kata Dewi saat melakukan pengawasan di salah satu toko modern di Jogja City Mall (JCM), Yogyakarta, Selasa (15/12/2020).
Lebih lanjut, dikatakan Dewi, temuan sarana yang tidak memenuhi kriteria tersebut diperoleh dari berbagai wilayah DIY. Di antaranya Kota Yogyakarta sebanyak 1 sarana, Sleman 9 sarana, Bantul 4 sarana, Kulon Progo 5 sarana dan Gunungkidul sebanyak 5 sarana.
Baca Juga:Pemda DIY Stop Bansos COVID-19 untuk 2021
"Sarana yang diperiksa terdiri dari distributor, pasar modern ada hypermart, supermarket, serta swalayan, toko, pasar tradisional hingga pembuat atau penjual parsel," sebutnya.
Disebutkan bahwa dari sarana distribusi pangan yang diperiksa tadi, ditemukan 85 item atau setara dengan 1.327 buah produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan. Terdiri dari 22,91 persen pangan kedaluwarsa, 74,76 persen pangan ilegal, dan 2,34 persen pangan rusak.
"Semua temuan itu kalau ditaksir secara nilai ekonomis memang tidak begitu banyak sekitar Rp. 4 jutaan karena memang yanya bahan tambahan saja," tuturnya.
Dewi menjelaskan temuan terbanyak pada produk tanpa izin edar merupakan bahan tambahan pangan. Mulai dari ovalet atau bahan pelembut dalam membuat cake, essence, pewarna makanan, hingga soda kue.
Kebanyakan produk-produk tersebut ditemukan dalam kondisi dijual secara eceran dengan hanya dibungkus plastik tanpa label. Padahal hal itu tidak aman jika dikonsumsi bagi masyarakat.
Baca Juga:Dukung Proyek Tol Jogja-Solo, BPD DIY Layani Pembayaran Dana Ganti Untung
"Semua produk pangan tidak memenuhi ketentuan itu tadi telah diturunkan dari display untuk diamankan setempat serta diperintahkan untuk tidak diedarkan. Lalu nanti akan dilakukan pemusnahan," ucapnya
Menurut Dewi, temuan bahan tambahan pangan ini belum dapat sepenuhnya dibandingkan dengan hasil temuan tahun lalu. Sebab memang intensifikasi bahan pangan saat ini baru berjalan sekitar sepertiganya saja.
Namun meski begitu, Dewi bisa memastikan bahwa jumlah temuan bahan tambahan pangan dalam tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu.
Terkait pengawasannya di salah satu toko modern tersebut, Dewi mengungkapkan tidak terlalu banyak temuan. Hal itu dikarenakan sudah memahami cara menjaga pangan yang baik, kalau ada temuan satu dua itu bukan dari faktor kesengajaan.
Selain melakukan pengawasan terhadap produk dan kemasan yang ada di display, BBPOM juga melakukan sampling terhadap makanan yang sudah dipilih untuk diuji secara langsung. Langkah itu digunakan untuk melihat ada tidaknya kandungan berbahaya di makanan tersebut.
"Kita juga rapid tes untuk sampling beberapa makanan untuk mengetahui kandungan di dalamnya, aman atau tidak," terangnya.
Hasilnya dari 13 produk pangan mulai dari kerupuk, roti hingga tahu yang dilakukan sampling pengetesan, semuanya dinyatakan bebas dari kandungan berbahaya. Artinya dari sampling itu tidak ada bahan makan yang mengandung formalin, boraks hingga rhodamin.
Dewi menambahkan bahwa intensifikasi pengawasan pangan menjelang nataru tahun ini sebagai komitmen BBPOM Yogyakarta untuk mengawal peredaran keamanan pangan di masyarakat. Sekaligus juga melindungi masyarakat terlebih dalam masa darurat pandemi Covid-19.
"Jangan sampai masyarakat tetap memperjualkan bahan makanan yang masa kedaluwarsanya hampir habis atau pendek, apalagi dijual dengan harga murah atau diskon. Atau seperti produk yang masa kedaluwarsa masih lama tapi kemasannya sudah rusak, itu juga tidak boleh diperjual-belikan. Intinya kita ingin memastikan bahan pangan yang beredar di masyarakat masih memenuhi ketentuan aman dan mutu yang terjamin," tandasnya.