SuaraJogja.id - Sejumlah warga di Pedukuhan Lengkong RT 1, Kalurahan Bawuran, Kapanewon Piyungan, Kabupaten Bantul hanya bisa berharap-harap cemas dengan situasi di musim penghujan saat ini. Belasan warga yang tinggal di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan kerap terdampak limpasan air hujan. Bahkan kekhawatiran masyarakat terhadap tanah longsor kerap menghantui saat terjadi hujan deras.
Hal itu diungkapkan warga Lengkong RT 1, Sutam (36), saat ditemui di TPST Piyungan, Selasa (22/11/2020). Pria yang bekerja sebagai buruh bangunan ini kerap membuat penghalang dari pecahan beton dan bantal bekas agar air dari lokasi TPST tak turun ke rumahnya.
"Hampir tiap hujan deras saya dan kakak saya masuk ke dalam area TPST Piyungan, jadi sekadar untuk menahan air agar tidak jatuh ke rumah saya yang ada di bawah tebing TPST," ungkap Sutam.
Ia mengaku, ada sebuah cekungan yang berada di akses jalan TPST Piyungan, sehingga ketika hujan, air mengalir ke cekungan tersebut dan akan turun ke permukiman warga Lengkong.
Baca Juga:TPST Piyungan Ditutup 4 Hari, Warga Desak Pemerintah Ikut Tanggung Jawab
"Saya melihat drainase di lokasi TPST Piyungan itu tidak segera dibenahi. Dampaknya, saat hujan deras air melintasi cekungan masuk ke drainase [rusak] dan turun ke rumah saya. Alirannya deras, terlebih lagi saya khawatir ketika terjadi longsor," keluh dia.
Selain air limpasan hujan, Sutam juga kerap mendapati limbah berupa air dari campuran sampah yang jatuh ke sekitar rumahnya. Beruntung, aliran air itu tidak sampai membuat rumahnya kebanjiran.
"Kadang aroma sampah itu tidak enak, bau apek, apalagi di rumah saya ada dua anak. Satu usia 9 tahun dan bayi 3 tahun," kata dia.
Dampak itu dia alami sejak pemerintah membangun talut di sekitar dermaga pembuangan. Namun, pembangunan talut tidak diiringi dengan drainase yang baik.
"Kami kira sudah satu paket, pemerintah membangun talut untuk menahan sampah agar tidak berserakan ke rumah warga. Mereka juga sekaligus menyiapkan drainase. Nyatanya hal itu tak dilakukan," ungkapnya.
Baca Juga:TPST Piyungan Kembali Ditutup, Pemkot Jogja Minta Warga Simpan Sampah
Keadaan itu ia alami hampir dua tahun. Ia juga sudah meminta pihak berwenang menyelesaikan masalah ini, dibantu perantara dari Paguyuban Mardiko TPST Piyungan.
"Sudah berkali-kali mengadu, tapi hasilnya nihil. Jadi tidak ada tanggapan, dan masalah aliran air ini tak pernah digubris. Mungkin baunya tidak masalah, tapi lalat dan nyamuk ini yang berbahaya," ungkap dia.
Hal itu pun menyulut warga untuk mengambil langkah. Penutupan TPST secara sementara dilakukan warga. Pasalnya, pemerintah tak pernah memberikan solusi dan tak cekatan menanggapi keresahan warga Lengkong.
"Berakhir dengan langkah ini [penutupan sementara]. Harapannya aspirasi kami bisa ditanggapi, termasuk mengambil tindakan agar persoalan ini selesai," ujar dia.
Warga Piyungan yang juga sebagai Ketua Paguyuban Mardiko TPST Piyungan, Maryono, menuturkan bahwa mediasi memang sering dilakukan. Hingga kini pemerintah mulai menanggapi keresahan warga sekitar.
"Ada beberapa hal yang baru ditanggapi [oleh pemerintah], permintaan untuk menyediakan drainase misalnya. Mereka berjanji malam ini ada pengerjaan. Padahal permintaan ini sudah kami lakukan beberapa kali. Namun tak ada realisasinya," ungkap Maryono.
Pihaknya tak menampik bahwa pemerintah butuh waktu untuk membuat kebijakan. Namun begitu, pihaknya sudah lelah menunggu.
"Jadi sudah sering kami meminta pemerintah menanggapi keresahan kami. Dulu pernah kami buat surat pengajuan, tapi tak segera digubris. Malah kesannya ditelantarkan. Saya hanya ingin warga ini diperhatikan, inilah cara kami," keluh dia.
Tak hanya soal drainase, dermaga pembuangan yang hanya difungsikan satu tempat memberi dampak kepada warga. Hal itu menyebabkan antrean panjang truk swasta dan pemerintah membuang sampah ke TPST setempat.
Oleh sebab itu, Maryono berharap, dermaga pembuangan yang lain bisa dimanfaatkan dan dibenahi agar tak ada antrean yang menutupi akses jalan.
"Di dalam itu kan ada akses jalan warga yang juga akses truk untuk menuju dermaga pembuangan. Nah beberapa waktu lalu itu sampah malah diletakkan di pinggir jalan bahkan sampai menutup jalan. Jika sudah begitu, bagaimana warga bisa melintas," ujar Maryono.
Antrean truk tersebut terjadi hampir 1 bulan lamanya. Bahkan, antrean bisa mengular sepanjang 1 kilometer.
"Kami serahkan teknisnya ke pemerintah. Mereka yang bisa mengatur agar persoalan ini nyaman bagi warga dan pemerintah juga," terang dia.