"Itu yang nikah teman istri seorang guru di dusun Tritis. Waktu mantenan itu kebetulan juga semua guru ikut. Saya bukan guru, perantau saja, pernah ke Palembang, Banten dan pulang kembali ke Turgo sebelum erupsi tahun 1994," tuturnya.
Ketika sampai di tempat resepsi pernikahan, kondisi masih terlihat baik-baik saja. Artinya tidak ada suara gemuruh yang menakutkan sebelumnya dari Gunung Merapi.
Walaupun tanda atau peringatan dini saat itu sebenarnya sudah ada namun tekad dan kepercayaan warga masih kuat sehingga seolah tak mengindahkan peringatan dini tersebut. Warga meyakini bahwa aliran lahar dan awan panas tidak akan melalui wilayah Dusun Turgo.
"Orangtua zaman dulu bilangnya Merapi wes duwe dalan dewe (sudah punya jalan sendiri). Itu yang jadi pegangan warga kala itu. Ditambah saat itu belum ada alat canggih seperti HT (handy talkie)," ucapnya.
Baca Juga:Sambangi Pengungsian Merapi, Wagub Jateng: Sabar Rumiyin Nggih Mbah
Diungkapkan Sukirno, alat paling canggih yang digunakan warga untuk peringatan bahaya saat itu hanya bende atau sejenis gong ukuran kecil dan kenthungan. Tak ada alat-alat teknologi canggih yang menjadi penanda bagi warga di lereng Gunung Merapi untuk mengetahui aktivitas vulkanik yang terjadi saat itu.
Bende itu, kata Sukirno biasanya terletak di sisi utara desa dengan penampakan langsung mengarah ke Gunung Merapi. Nantinya ada warga yang membunyikan bende tersebut jika terlihat munculnya awan panas atau erupsi Merapi mulai terjadi.
Namun celakanya, saat itu alat peringatan dini yang diharapkan warga dapat memberi tanda itu justru tak dapat digunakan. Pasalnya tempat bende itu diletakkan sudah tergilas lebih dulu oleh terjangan awan panas Gunung Merapi.

"Ternyata bende sudah kena [awan panas] duluan bahkan yang biasanya jaga juga kena. Jadi warga tidak tahu kalau memang ternyata Gunung Merapi mengalami peningkatan aktivitas. Biasanya ada tanda-tanda dulu, kata orang Jawa wangsit atau semacamnya. Semisal akan terjadi di siang hari, maka pagi sudah ada tanda-tanda. Tapi waktu itu terjadi begitu saja," ungkapnya.
Sukirno yang baru saja tiba di rumah tempat resepsi pernikahan dilangsungkan melihat ada semacam gumpalan abu. Terlihat gelap, dan ternyata tidak sampai lima menit kemudian awan panas itu datang.
Baca Juga:Warga Turgo Mengungsi Usai Merapi Erupsi, Muriyem: Di Sini Lebih Aman
"Tidak ada yang sempat lari. Jadi memang kalau kena awan panas waktu itu hewan ternak saja langsung jadi abu," imbuhnya.