SuaraJogja.id - Poniyati, di Pedukuhan Gelaran 1, Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul ini, sudah 6 tahun harus hidup 'terisolir'. Hingar bingar wisatawan Goa Pindul mengakibatkan Poniyati bersama lima kepala keluarga (KK) lainnya menjadi 'terisolir'.
Satu-satunya jalan menuju ke rumahnya dari jalan besar yang berada di beberapa belas meter mulut Goa Pindul hanyalah pintu setinggi 170 cm dengan lebar 50 cm.
Sepeda angin pun tak bisa melintas, apalagi sepeda motor dan kendaraan roda empat. Jika ingin ke rumahnya, mereka harus memutar cukup jauh dan sepeda motornya dititipkan di tetangganya yang berada di pinggir jalan.
"Ya begitulah susahnya kami. Padahal kami biasanya bawa pakan ternak. Kalau lewat atas takut terpeleset," ujar Poniyati, Kamis (5/8/2021) sore.
Baca Juga:KUA Playen Dibobol Maling, Puluhan Buku Nikah dan Laptop Raib DIcuri
Persoalan tersebut muncul ketika pemilik lahan pinggir jalan dibeli oleh Purwanti, warga yang awalnya bukan penduduk setempat. Saat itu, wisata Goa Pindul mulai merangkak naik di mana wisatawan yang datang semakin banyak.
Purwanti lantas berkeinginan membuat tempat parkir yang luas serta kamar mandi, tujuannya agar ada pemasukan dari wisatawan. Purwanti akhirnya menyewa alat berat untuk meratakan lahan yang ia beli. Tentu saja untuk meratakan lahan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Diperoleh informasi karena parkir dan kamar mandi milik Purwanti ramai digunakan wisatawan, pemilik rumah di belakang lahan Purwanti juga mendirikan kamar mandi umum tanpa ijin dari Purwanti. Tak berselang lama, ternyata Purwanti tiba-tiba membangun tembok setinggi 2 meter sepanjang 14 meter. Tembok itu untuk menutupi rumah yang berada di belakang lahan Purwanti.
"Imbasnya 6 KK lainnya juga terisolir," ujar Ketua RT setempat, Warindi.
Menurut Warindi, saat tembok itu dibangun tidak ada koordinasi dengan warga setempat tahu-tahu sudah dibangun begitu saja. Warga pun mulai kesulitan ketika akan beraktivitas. Tembok tersebut juga menutup jalan kampung yang sebelumnya juga sudah ada.
Baca Juga:Vaksinasi di DIY Baru Terpusat di Perkotaan, Pemda Didesak Fokus ke Desa
Enam KK bersama dengan keluarga lainnya saat itu tidak bisa berbuat banyak. Padahal rumah di belakang lahan Purwanti sendiri langsung menghadap ke jalur utama namun karena tertutup tembok sehingga tidak nampak. Pemilik lahan sendiri tidak melihat warga yang sulit untuk mengakses jalan keluar masuk.
Puncaknya, beberapa waktu lalu ada salah seorang lansia yang bernama Mayem jatuh sakit. Keluarga bermaksud membawanya ke rumah sakit, akan tetapi akses jalan kecil itu sulit dilalui menggunakan kursi roda, sehingga harus digendong terlebih dulu.
Gejolakpun kembali muncul hingga akhirnya warga menuntut agar tembok tersebut dirobohkan dan jalan kampung dikembalikan. Proses mediasi pun dilakukan sejak beberapa waktu lalu agar tembok ini dapat dibongkar. Namun proses mediasi cukup alot hingga akhirnya warga didampingi seorang pengacara.
Setelah ada pengacara akhirnya pemilik lahan menyepakati agar tembok dibongkar. Namun tidak semua tembok dibongkar, hanya saja pintu kecil tersebut ditutup dan dibuat jalan di sisi timur yang bisa untuk mengakses mobil, ambulance, dan mobil pemadam kebakaran.
"Kita mediasi antara keluarga warga dibelakangnya dan Purwanti, agar mereka mendapatkan jalan yang paling tidak bisa mengakases kendaraan," papar Tommy Harahap, pengacara di Gunungkidul.
Kamis sore, warga mulai melakukan pembongkaran tembok sisi timur untuk memerikan akses jalan bagi 6 KK. Proses pembongkaranpun sempat alot karena ada perdebatan antara perwakilan dari keluarga Purwanti dengan pengacara warga.
"Mudah-mudahan keluarga di sini sudah tidak kesulitan akses jalannya," tutup dia.
Kontributor : Julianto