SuaraJogja.id - Kemarahan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X kala mendapati penambangan liar di lereng merapi merusak lingkungan hingga mencaplok Sultan Ground beberapa waktu lalu mencuatkan kembali permasalahan klasik mengenai aktivitas penambangan di kawasan tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta menilai bahwa secara tata ruang seharusnya tak boleh ada tambang di lereng Merapi, khususnya di lahan.
Direktur Walhi Yogyakarta Halik Sandera menjelaskan, artinya di lahan-lahan lindung itu harusnya tidak ada izin tambang turun. Setelah mengetahui dan melihat beragam dampak buruk yang terjadi dan potensial muncul, maka yang perlu dipastikan adalah siapa yang harus melakukan rehabilitasi pascatambang.

"Karena itu kan praktik ilegal [melanggar aturan tata ruang]. Jadi yang harus dilakukan adalah pencegahan jangan sampai ada tambang di lahan imbuhan," tuturnya, Sabtu (18/9/2021).
Baca Juga:Penambangan Liar Marak di Lereng Merapi, Lurah Hargobinangun Ungkap Fakta Miris
Halik menyatakan, sebelum praktik tambang terjadi, maka yang harus dikuatkan oleh pemerintah adalah pencegahan dan pengawasan. Karena penegakan selama ini masih dilakukan kepada tokoh lapangan, sedangkan aktor utamanya tidak pernah.
"Siapa sebenarnya di balik penambangan ilegal itu. Dan ada penegakan yang menimbulkan efek jera," urainya.
Di beberapa tempat, rehabilitasi pascatambang dilakukan oleh masyarakat setempat secara swadaya, misalnya di Magelang. Tujuannya, agar bekas tambang tak mengancam warga dalam bentuk longsor atau agar bekas tambang dimaksimalkan menjadi lahan pertanian kembali.
Halik pun menekankan, mengingat kawasan lereng Merapi adalah kawasan imbuhan, lindung, maka pencegahan pemerintah di pengawasan dan penegakan harus ditegakkan.
"Tiap daerah punya tata ruang. Lereng Merapi itu kawasan lindung. Itu menjadi dasar bahwa daerah lereng Merapi tak boleh jadi area tambang," ucapnya.
Baca Juga:Keruk Tanah Desa dan Sultan Ground, Sri Sultan Tutup 14 Titik Penambangan Liar di Sleman
Pada Konteks Tambang Berizin, Cek Dana Reklamasi Pascatambang