Penambangan Liar Marak di Lereng Merapi, Lurah Hargobinangun Ungkap Fakta Miris

Sri Sultan HB X menutup 14 titik penambangan liar di Sleman

Galih Priatmojo
Senin, 13 September 2021 | 20:32 WIB
Penambangan Liar Marak di Lereng Merapi, Lurah Hargobinangun Ungkap Fakta Miris
Ilustrasi tambang pasir (Batamnews)

SuaraJogja.id - Baru-baru ini Gubernur DIY, Sri Sultan HB X dibuat geram dengan aktivitas penambangan liar yang marak di Sleman. Ia pun mengeluarkan keputusan tegas menutup sebanyak 14 titik penambangan liar yang telah meranggas tanah kas desa hingga Sultan Ground tersebut.

Lurah Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Lurah Hargobinangun Amin Rujito mengungkapkan alam Hargobinangun saat ini memang tengah membutuhkan perhatian serius, sebagai dampak aktivitas penambangan liar.

Ia mengatakan, kelompok tani di sana mengeluhkan air setempat menjadi keruh, kental bercampur dengan lumpur.

Amin membenarkan bila keberadaan Kali Kuning memiliki peranan penting, bagi warga Hargobinangun khususnya dan Sleman pada umumnya.

Baca Juga:Cedera Pulih, Diego Michiels Siap Bela Arema FC Lawan PSS Sleman

"Ada empat padukuhan yang mengandalkan air dari aliran Kali Kuning sebagai satu-satunya irigasi pertanian. Yaitu padukuhan Purworejo, Jetisan, Panggrahan dan Sawungan. Luasnya sekitar 50 hektare," tuturnya, Senin (13/9/2021).

Amin menuturkan, air dari kali kuning ini juga dimanfaatkan sebagian warga untuk kolam ikan. 

Hingga kemudian pada 2020 muncul penambangan pasir skala besar dari sebuah perusahaan (PT). Mereka menambang pasir memakai alat berat.

Kondisi tersebut selanjutnya mengakibatkan beberapa dampak yang merusak. Pada 4 Agustus 2021 izin menambang pasir milik perusahaan itu sudah selesai.

"Saya minta berhenti karena memang izinnya sudah habis dan menimbulkan permasalahan," terangnya.

Baca Juga:Tren Pemakaman Protokol Covid-19 Turun, TRC BPBD Sleman: Jangan Lengah, Tetap Prokes

Ia menyebut, setelah izin selesai, kondisi lahan bekas penambangan tidak dibenahi, cenderung dibiarkan. Nampak kerusakan berdiameter sekitar 15-20 meter yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan. 

"Sebetulnya kan dari perusahaan setelah izin selesai, harus melakukan pembenahan namun tidak dilakukan.  Makanya Ngarso Dalem duko," ucapnya.

Ia menyatakan, ada sekitar 20 orang warga Hargobinangun yang ikut menambang pasir di Kali Kuning, dilakukan secara manual.

"Tidak memakai alat berat. Skalanya pun kecil dan hanya untuk bertahan hidup dalam di situasi sulit. Sebab selama pandemi korona, mereka tidak memiliki penghasilan. Apalagi wisata juga ditutup," tambahnya.

Kala disinggung perihal pernah tidaknya kalurahan berkomunikasi dengan perusahaan tambang, Amin tak membantah sudah pernah berkomunikasi dengan perusahaan. Agar mereka memperbaiki bekas galian tambang. Namun, komunikasi itu berujung nihil. 

"Sudah pernah menyampaikan [secara] lisan. Kewenangan ada di BBWSO," ucapnya. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sleman Dwi Anta Sudibyo mengatakan, keluarnya izin pokok penambangan pasir selama ini menjadi kewenangan Pemda DIY.

Selama perusahaan mengantongi izin pokok penambangan, maka DLH Sleman hanya sebatas menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).

"Bagaimana penambangan yang baik, tidak merusak dan sebagainnya. Teknis begitu saja. Izin pokok ada di provinsi," ucapnya.

DLH Sleman sesungguhnya telah memiliki data dan pemetaan kawasan yang boleh dan tidak boleh diperuntukkan untuk aktivitas tambang.

"Yang boleh ditambang adalah yang memiliki aliran sungai. Mestinya aktivitas penambangan hanya di area itu, selagi stok pasir masih ada," terangnya.

"Yang jadi masalah, ketika stok pasir sudah nggak ada kemudian mengeruk tanggul. Intinya harus sesuai dengan stok yang ada," kata Dwi, kala dikonfirmasi terpisah.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini